(Islam Today ID) – Pemerintah resmi membentuk Satuan Tugas (Satgas) Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) untuk mengusut transaksi janggal senilai lebih dari Rp 349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Hal ini diumumkan Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komnas TPPU), Mahfud MD, di Kantor Kemenko Polhukam, Rabu (3/5).
“Jadi sesuai dengan hasil rapat komite TPPU tanggal 10 April 2023 yang kemudian disampaikan kepada DPR melalui rapat dengar pendapat (RDP) di komisi III tanggal 11 April 2023 maka saya sampaikan hari ini pemerintah telah membentuk satgas dimaksud yaitu satgas tentang dugaan tidak pidana pencucian uang,” ungkap Mahfud saat jumpa pers.
Secara umum, ia menjelaskan, satgas ini akan melaksanakan supervisi, evaluasi, dan penanganan laporan hasil analisis (LHA), laporan hasil pemeriksaan (LHP), dan informasi dugaan TPPU yang telah di telusuri PPATK.
Dalam melaksanakan tugasnya, Satgas TPPU akan terdiri dari tim pengarah, tim pelaksana, dan kelompok kerja. Keanggotaannya berdasarkan unsur yang ada di Komite TPPU sesuai Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2012.
Tim pengarah terdiri dari pimpinan Komite TPPU yaitu Menko Polhukam selaku Ketua Komite TPPU, Menko Perekonomian selaku Wakil Ketua Komite TPPU, dan Kepala PPATK selaku Sekertaris Komite TPPU.
Satgas ini terdiri dari Kemenko Polhukam, Ditjen Pajak, Ditjen Bea Cukai, PPATK, Bareskrim Polri, Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Bidang Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan, hingga BIN.
Anggotanya terdiri dari Direktur Jenderal Pajak, Dirjen Bea Cukai, Irjen Kementerian Keuangan, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Wakil Kabareskrim Polri, Deputi Bidang Kontra Intelijen Badan Intelijen Negara (BIN), dan Deputi Analisis dan Pemeriksaan II PPATK.
“Ini kan kasus di kemenkeu kenapa yang masuk pemeriksannya kemenkeu? Ya memng menurut hukum penyidik masalah perpajakan dan bea cukai itu Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai jadi enggak bisa dikeluarkan,” ujar Mahfud.
Selain itu, satgas ini juga melibatkan 12 orang sebagai tim ahli, yang posisinya nanti akan dimintai pendapat dan masukan dalam menelusuri dugaan tindak pidana pencucian uang di Kementerian Keuangan. Namun, mereka tidak menjadi bagian proses penyidikan.
“Karena mereka bukan penyidik berdasarkan undang-undang maka dia tidak langsung masuk ke kasus tapi memberi masukan, tidak jadi entitasnya tapi jadi konsultan dan sebagainya,” ucap Mahfud.
Adapun 12 nama itu yakni Yunus Husein (eks Kepala PPATK), Muhammad Yusuf (eks Kepala PPATK), Rimawan Pradiptyo (UGM), Wuri Handayani (dosen UGM), Laode M Syarif (eks Pimpinan KPK), Topo Santoso (UI), Gunadi (UI), Danang Widoyoko (Sekjen Transparansi Internasional Indonesia), Faisal Basri (UI), Mutia Yani Rachman, Mas Achmad Santosa (UI), Ningrum Natasya (USU).
“Jadi dalam melaksanakan tugasnya Satgas TPPU ini didukung oleh tenaga ahli di bidang tindak pidana pencucian uang, korupsi, perekonomian kepabeanan cukai, dan perpajakan,” kata Mahfud.
Menurutnya pelibatan anak buah Menteri Keuangan Sri Mulyani tersebut adalah sesuai yang tertuang di Undang-undang.
“Jadi tidak bisa dikeluarkan karena dia yang akan menindaklanjuti dan mempunyai kewenangan pro justitia,” tegas Mahfud MD. [MU]