(IslamToday ID) – Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun mengungkap potensi bahaya jika seorang presiden berpihak kepada salah satu calon presiden kontestan Pilpres 2024.
Menurutnya, jika presiden bersikap demikian maka bisa berdampak pada netralitas ASN hingga penyalahgunaan fasilitas publik untuk pemenangan calon tertentu.
“Maka nanti itu akan ditiru oleh struktur bawahnya. Sudah pasti nanti ada pengerahan ASN untuk memenangkan calon tertentu, penggunaan fasilitas-fasilitas publik, penggunaan state apparatus baik sipil maupun militer,” kata Refly dikutip dari CNNIndonesia, Jakarta, Selasa (9/5/2023).
Refly menilai hal itu akan membuat pemilu menjadi tidak lagi memenuhi azas jujur dan adil. Demi menghindarinya, dia menyatakan seorang presiden tidak boleh berpihak.
Seorang presiden pun sebaiknya tidak cawe-cawe atau ikut campur dalam proses penentuan capres-cawapres yang merupakan ranah partai politik.
“Caranya adalah dia bertindak netral. Tidak endorse salah satu calon tapi melakukan sebuah langkah-langkah yang dibutuhkan untuk memastikan bahwa pemilu ini jujur dan adil,” tegasnya.
Sebelumnya, gelagat Presiden Jokowi menjadi sorotan lantaran kerap mengumpulkan petinggi partai politik. Terbaru netralitas Presiden Joko Widodo menjelang Pilpres 2024 menjadi sorotan setelah ia mengumpulkan ketua umum partai politik pendukung pemerintah di Istana, kecuali Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh.
Jokowi mengakui bahwa Paloh tidak diundang dalam pertemuan itu karen Nasdem sudah mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden.
“Nasdem itu, ya kita harus bicara apa adanya, kan sudah memiliki koalisi sendiri. Dan ini gabungan partai yang kemarin berkumpul itu kan juga ingin membangun kerjasama politik yang lain,” kata Jokowi, Kamis (4/5/2023) lalu.
Jokowi juga tidak setuju jika dirinya dianggap cawe-cawe atau ikut campur urusan partai politik menentukan capres-cawapres. Dia mengaku sebatas berdiskusi saat bertemu dengan pejabat teras partai politik.
“Bukan cawe-cawe, wong itu diskusi saja kok cawe-cawe, diskusi,” ujarnya.