(IslamToday ID) – Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro turut bersuara perihal sikap Partai Demokrat yang menyebut Presiden Jokowi terlalu cawe-cawe dalam urusan politik terkait dengan Pilpres 2024.
Siti memandang memandang bahwa Indonesia sebenarnya sudah berpengalaman di bawah Orde Baru dengan dulu adanya rencana pembangunan lima tahun (Repelita) yang berlangsung selama enam periode atau 30 tahun. Tujuannya agar ada keberlanjutan program.
Namun setelah ambruknya Orba, otomatis payung landasan hukum pemerintah adalah konstitusi. “Konstitusi itu saja yang memayungi pemerintah, presiden maupun wakil presiden, jadi acuannya jelas,” kata Siti dikutip dari Republika, Kamis (11/5/2023).
Menurutnya, pemerintah saat ini tidak perlu lagi mendikte-dikte apa yang perlu dilakukan pemerintahan ke depan. “Gak bisa mendikte, mengontrol partai saja sudah setengah mati. Menurut saya publik cerdas untuk menyampaikan kebutuhan dan keinginannya,” ujarnya.
Sebelumnya, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan tak ada yang salah ketika Presiden Jokowi mengundang enam ketua umum partai politik ke Istana Merdeka. Menurutnya, pertemuan tersebut dalam rangka penguatan pemerintahan.
Pernyataan itu disampaikan untuk menanggapi pernyataan beberapa pihak yang menganggap Jokowi terlalu cawe-cawe atau ikut campur terkait Pilpres 2024. Tegasnya, pertemuan itu adalah forum konsolidasi pemerintahan.
“Sebenarnya apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi ini sebagai suatu proses dialog yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip demokratis, mengingat rakyatlah yang menjadi pemegang kedaulatan tertinggi,” ujar Hasto, Senin (8/5/2023).
Jelasnya, tantangan Indonesia di masa depan akan semakin beragam. Karenanya, diperlukan konsolidasi antara Jokowi sebagai presiden dengan enam ketua umum partai politik yang tergabung dalam koalisi pemerintahan. [wip]