(IslamToday ID) – Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto berpendapat efek jera terhadap narapidana (napi) tindak pidana korupsi bisa dilakukan secara progresif, salah satunya melalui pembahasan RUU tentang Perampasan Aset.
Ia meyakini hadirnya RUU Perampasan Aset dapat memperkuat sistem pemberantasan korupsi, jika dirasa sanksi yang diberikan pada para koruptor selama ini belum memberikan efek jera.
“Maka perlu langkah yang lebih progresif lagi untuk memperkuatnya, salah satunya melalui pembentukan instrumen Undang-Undang Perampasan Aset,” kata Didik, Sabtu (13/5/2023).
Ia mengungkapkan, pembentukan UU Perampasan Aset dapat membuat koruptor kapok dan tak mengulangi tindak pidana lagi.
“Memiskinkan koruptor melalui perampasan aset hasil tindak pidana dan memaksimalkan pemberantasan korupsi melalui instrumen hukum saat ini, saya yakin akan menahan laju korupsi, dan mudah-mudahan akan menjadi efek jera,” tegas politisi Partai Demokrat itu.
Karena itu, ia tak setuju jika ada wacana dari Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron yang akan menempatkan napi Tipikor di Lapas Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Ia menilai langkah tersebut bukan solusi untuk menimbulkan efek jera.
“Jika konsep efek jera yang dituju, maka untuk jangka panjang menempatkan napi korupsi di Nusakambangan, saya rasa bukanlah solusi permanennya,” tegasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron membuka wacana agar narapidana korupsi dapat menjalani masa penahanan di Lapas Nusakambangan, Jawa Tengah. Hal ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi.
“Sekali lagi ini masih (wacana), kami juga tidak memahami, ini masih wacana. Harapannya kalau penjara bagi koruptor itu di Nusakambangan, itu lebih menakutkan dan menimbulkan efek jera,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (9/5/2023).
Pimpinan KPK berlatar belakang akademisi ini mengungkapkan, wacana penempatan narapidana di Lapas Nusakambangan itu mengemuka berdasarkan hasil kajian yang dilakukan KPK. “Tapi itu di hasil kajian kita,” ucap Ghufron.
Sebab, berdasarkan hasil kajian KPK masih terdapat permasalahan dalam pengelolaan Lapas di Indonesia. KPK juga turut mengunggah permasalahan Lapas pada akun media sosial Instagram.
Adapun temuan berdasarkan hasil kajian KPK di antaranya terdapat kerugian negara akibat permasalahan overstay, lemahnya mekanisme chek and balance pejabat dan staf Unit Pelaksana Teknis (UPT) Rutan/Lapas dalam pemberian remisi kepada warga binaan pemasyarakatan.
Kemudian, diistimewakannya napi Tipikor di Rutan/Lapas, risiko penyalahgunaan kelemahan sistem data pemasyarakatan (SDP), dan risiko korupsi pada penyediaan bahan makanan.
“Jadi kami dalami dulu ya, apa di IG KPK ya. Tentu itu adalah sebuah kajian, kalau hanya dipidana penjara di tempat lain mungkin dianggapnya biasa, sehingga perlu dikuatkan untuk lebih menakutkan dan menimbulkan efek jera,” pungkasnya. [wip]