(IslamToday ID) – Wacana revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menuai sorotan publik, yang salah satu perubahannya memuat aturan terkait prajurit aktif diusulkan dapat menduduki jabatan sipil lebih banyak. Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengatakan revisi UU TNI harus dibahas secara komprehensif agar tak mencederai semangat reformasi.
“Soal adanya usulan perwira aktif bisa (lebih banyak menduduki jabatan sipil) coba dibicarakan. Yang penting tentunya jangan mencederai semangat reformasi,” tegas Ma’ruf saat memberikan keterangan pers usai menghadiri acara Penguatan Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Menuju Indonesia Bebas Stunting dan Kemiskinan Ekstrem di Ternate seperti dikutip dari BPMI Setwapres, Jumat (12/05/2023).
Menurutnya, batasan yang ada dalam UU TNI saat ini merupakan upaya menghapus praktik dwifungsi militer seperti yang terjadi di era Orde Baru.
Ia mengatakan selama revisi UU TNI tidak menjurus pada kembalinya dwifungsi, maka dapat dilanjutkan.
“Dulu itu kan menghilangkan dwifungsi, semangat itu yang jangan dicederai,” ujar Ma’ruf.
“Asalkan itu bisa, artinya bisa tidak kembali ke arah itu [dwifungsi ABRI], saya kira silahkan dibicarakan,” tambahnya.
Markas Besar TNI tengah membahas revisi UU TNI. Rencana ini mendapatkan sorotan publik karena salah satu usul perubahan dalam UU TNI yaitu prajurit dapat menduduki jabatan sipil lebih banyak.
Dalam Pasal 47 Ayat (2) draf RUU TNI yang diusulkan, prajurit aktif TNI bisa duduk di 18 kementerian lembaga, ditambah kementerian lain yang membutuhkan.
Rencana revisi UU TNI ini dikritik keras oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan. Koalisi Masyarakat Sipil menilai rencana perubahan sejumlah pasal adalah bentuk kemunduran demokrasi dan berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi TNI.
Dalam keterangan tertulis, Selasa (9/5/2023), Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan terdiri dari Imparsial, Elsam, Centra Initiative, PBHI Nasional, Walhi, YLBHI, Public Virtue, Forum de Facto, KontraS, LBH Pers, ICW, LBH Masyarakat, HRWG, ICJR, LBH Jakarta, LBH Malang, Setara Institute, AJI Jakarta.
Mereka berpendapat dalam slide pembahasan RUU TNI terdapat sejumlah usulan perubahan pasal yang berpotensi membahayakan kehidupan demokrasi hingga pemajuan Hak Asasi Manusia (HAM) di Tanah Air.
“Kami memandang pemerintah sebaiknya meninjau ulang agenda revisi UU TNI, mengingat hal ini bukan merupakan agenda yang urgen untuk dilakukan saat ini. Ditambah lagi, substansi perubahan yang diusulkan oleh pemerintah bukannya memperkuat agenda reformasi TNI yang telah dijalankan sejak tahun 1998, tapi justru malah sebaliknya. Alih-alih mendorong TNI menjadi alat pertahanan negara yang profesional, sejumlah usulan perubahan memundurkan kembali agenda reformasi TNI,” bunyi rilis Koalisi Masyarakat Sipil yang diberikan oleh Ketua Centra Initiative Al Araf.