(IslamToday ID) – Korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) banyak yang meninggal dunia karena beberapa sebab. Penyebabnya, antara lain dipekerjakan secara berlebihan, tidak memiliki jaminan kesehatan, kekerasan oleh majikan, hingga kecelakaan kerja.
“Mengapa mereka meninggal? Karena mereka kerja overload. Juga tanpa jaminan kesehatan. Tapi juga ada yang karena kecelakaan kerja, karena kekerasan oleh majikan,” kata Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo dikutip dari Kompas, Selasa (2/6/2023).
“Dan karena statusnya undocumented sehingga identifikasi sebab-sebab kematian kadang- kadang juga tidak jelas,” lanjutnya.
Wahyu mengungkapkan, kasus TKI ilegal yang tak terdokumentasikan banyak menimpa korban TPPO asal Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Utamanya, terjadi pada korban TPPO yang dikirim ke Malaysia untuk dipekerjakan di perkebunan atau sebagai pekerja rumah tangga.
Ia pun memaparkan bagaimana sindikat TPPO menjerat calon korban mereka. Menurut Wahyu, sindikat biasanya melihat korban yang sedang terdesak kondisi ekonomi. “Biasanya sindikat ini merekrut korban ketika korban merasa terdesak. Bisa terdesak karena utang, atau bisa terdesak karena dia tidak punya pekerjaan,” ujar Wahyu.
“Dengan iming-iming yang menggiurkan dia bisa merekrut. Dan ini sindikat TPPO baik corak lama maupun baru selalu menggunakan metode ini,” lanjutnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengatakan, ada 1.900 jenazah WNI korban TPPO yang dipulangkan ke Indonesia sejak 2020 hingga saat ini. Selain itu, ada 3.600 korban TPPO lain yang sakit, cacat fisik, depresi ringan, hingga berat.
Benny mengaku telah menyerahkan lima nama bandar yang diduga melakukan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) kepada Menko Polhukam Mahfud MD. Mereka diduga menjadi bandar yang menempatkan WNI untuk bekerja di Malaysia dan Singapura melalui Batam.
“Iya (lima sindikat diserahkan). Mestinya mereka diduga kuat menjadi bandar yang selalu menempatkan (pekerja) ke Malaysia dan Singapura melalui Batam,” ujar Benny, Kamis.
Menurutnya, kesimpulan mengenai lima sindikat ini berdasarkan hasil kajian, investigasi, dan penyelidikan yang dilakukan lembaganya. Selain itu, berdasarkan informasi para pegiat kemanusiaan di Batam.
Untuk mendukung laporan mengenai sindikat tersebut, BP2MI sudah menyerahkan sejumlah dokumen, di antaranya manifes atau data penumpang di kapal yang membawa WNI korban TPPO.
Benny menyampaikan, modus para sindikat dalam mengirim korban TPPO ke luar negeri dengan menggunakan visa turis, visa ziarah, atau visa umrah. [wip]