(IslamToday ID) – Menko Polhukam Mahfud MD kembali melemparkan pernyataan menghebohkan perihal persoalan pelik yang menjangkiti legislatif dan yudikatif serta berbagai lembaga pemerintahan.
Problematika itu, kata Mahfud, adalah dugaan adanya persekongkolan pihak-pihak tertentu dengan cara menyusupkan orang-orang mereka di pemerintahan. Tujuannya adalah menggerogoti pemerintahan dengan mempengaruhi pembuatan kebijakan demi menguntungkan kelompok tertentu.
“Di berbagai struktur, lembaga pemerintahan itu sekarang banyak penyusup-penyusup, yang justru melemahkan, bukan menguatkan,” kata Mahfud dalam sambutannya pada acara ‘23 Tahun Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)’ di Sarinah, Thamrin, Jakarta Pusat, Ahad (11/6/2023).
“Jangan kita terlena, menutup mata dengan upaya pelemahan struktur dari dalam,” lanjutnya dikutip dari Kompas.
Mahfud tak menjelaskan lebih jauh mengenai penyusup yang dimaksudnya itu. Ia pun meminta agar proses seleksi atau rekrutmen jabatan-jabatan publik lebih diperketat. “Tidak boleh berdasar pesanan, terutama untuk lembaga-lembaga penegak hukum,” ucapnya.
Selain itu, Mahfud juga memaparkan salah satu faktor yang membuat Indeks Persepsi Korupsi (IPK) pada 2022 turun menjadi 34. IPK atau Corruption Perception Index (CPI) Indonesia merosot 4 poin, dari 38 pada 2021. Selain itu, peringkat Indonesia turun 14 tingkat, dari 96 menjadi 110.
“Di tahun 2022, indeks persepsi korupsi kita terjun dari 38 ke 34, itu membuat kita kaget. Korupsinya makin menjadi-jadi berarti. Di mana itu, di sektor-sektor mana?” tanya Mahfud.
Karena penasaran, ia pun mengundang lembaga-lembaga internasional guna membahas turunnya IPK Indonesia. “Kesimpulannya itu memang terjadi conflict of interest di dalam jabatan-jabatan politik,” kata Mahfud.
“Di DPR, itu terjadi transaksi di balik meja, Mahkamah Agung, pengadilan bisa membeli perkara. Di pemerintah, di birokrasi sama, itu temuannya,” lanjutnya.
Mahfud juga mengatakan, ada anggota DPR yang memiliki konsultan hukum. “Nanti kalau ada masalah, ‘tolong dibantu itu’. Ini ngurus orang korupsi, bantu ini. Dibawa ke pengadilan, pengadilannya kolusi lagi. Sampai akhirnya hakim ditangkap, jaksa ya ditangkap, polisi ditangkap, dan seterusnya,” tuturnya.
Mahfud meminta agar permasalahan seperti itu ditata kembali. Ia mengatakan, untuk menjadi negara maju, perekonomian Indonesia harus didukung oleh tiga dimensi utama, yakni membuat kebijakan yang berempati dan antikorupsi, pelaku usaha yang rajin berinovasi dan bersaing secara sehat, serta konsumen atau masyarakat yang dilindungi haknya untuk terus kritis. “Tiga dimensi tersebut merupakan kumulatif atau tidak bisa dipilih salah satu saja,” pungkasnya. [wip]