(IslamToday ID) – Sidang putusan gugatan uji materi sistem pemilu oleh Mahkamah Konstitusi (MK) akan digelar pada Kamis (15/6/2023). Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana memprediksi arah putusan MK terkait sistem pemilu legislatif tersebut.
“Saya sendiri berpendapat, putusan MK seharusnya menolak menentukan sistem pemilu legislatif mana yang konstitusional, dan mestinya diterapkan. Soal sistem pileg adalah open legal policy, dan karenanya merupakan kewenangan pembentuk UU (presiden, DPR, dan DPD) untuk menentukannya melalui proses legislasi di parlemen, bukan kewenangan peradilan konstitusi melalui proses ajudikasi,” kata Denny dikutip dari Law-Justice, Rabu (14/6/2023).
Ia menilai sistem pemilu berubah menjadi proporsional tertutup akan menimbulkan kekacauan, bahkan ditakutkan berujung penundaan pemilu. Lantaran persiapan pemilu dengan sistem yang ada saat ini sudah berjalan.
“Karena itulah saya mendorong MK tidak mengubah sistem pemilu menjadi tertutup. Agar MK tidak tergoda mengambil kewenangan lembaga legislatif, dan mendorong kita ke jalan buntu konstitusi yang berpotensi menyebabkan pemilu jadi tertunda,” tambahnya.
Adapun lima prediksi Denny Indrayana soal arah putusan MK terkait sistem pemilu:
1. Tidak dapat diterima, karena para pemohon tidak punya legal standing. Artinya sistem pileg tetap proporsional terbuka, tidak ada perubahan.
2. Menolak seluruhnya, karena permohonan tidak beralasan menurut hukum untuk dikabulkan. Artinya sistem pileg tetap proporsional terbuka, tidak ada perubahan.
3. Mengabulkan seluruhnya, artinya sistem pileg berubah menjadi proporsional tertutup, tinggal apakah akan langsung diterapkan pada pemilu 2024, atau ditunda pelaksanaannya. Kalau MK, mencari jalan kompromi antara berbagai kepentingan politik, maka putusannya akan mengabulkan seluruh permohonan, yang artinya mengganti sistem proporsional terbuka menjadi tertutup, namun diberlakukan untuk pemilu selanjutnya, tidak langsung berlaku di 2024.
4. Mengabulkan sebagian, yaitu ketika memutuskan sistem campuran (hybrid) antara penerapan proporsional tertutup yang memperhatikan nomor urut, sambil tetap memperhitungkan suara terbanyak (terbuka), yang akan diterapkan pada pemilu 2024, atau ditunda pelaksanaannya.
5. Mengabulkan sebagian, yaitu ketika memutuskan sistem campuran (hybrid) berdasarkan levelnya, misalnya proporsional tertutup untuk DPR RI, dan terbuka untuk tingkat DPRD Provinsi dan kabupaten/kota, atau sebaliknya, yang akan diterapkan pada pemilu 2024, atau ditunda pelaksanaannya. [wip]