(IslamToday ID) – Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menilai pengawasan terhadap para pejabat di Ditjen Pajak serta Bea Cukai lemah. Hal itu tak lepas dari penetapan mantan pejabat Ditjen Pajak, Rafael Alun Trisambodo serta mantan Kepala Bea Cukai Makassar, Andhi Pramono.
“Ini juga sebetulnya menunjukkan kelemahan dalam sistem pengawasan internal di kedua institusi tersebut, dalam hal ini adalah Pajak atau Bea-Cukai,” kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (7/7/2023).
Kasus Rafael Alun dan Andhi Pramono memang memiliki benang merah yang sama. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan penerimaan gratifikasi serta tindak pidana pencucian uang (TPPU). Gratifikasi yang diterima keduanya pun telah berlangsung sejak lama, yakni dari tahun 2012. KPK kini telah menjebloskan keduanya ke rumah tahanan negara (rutan) dalam rangka proses penyidikan.
Alex menerangkan, penerimaan gratifikasi oleh Rafael Alun serta Pramono sebetulnya bisa dicegah jika pengawasan berjalan dengan baik. Hanya saja, yang terjadi justru sebaliknya, sehingga keduanya pun bisa menjalankan aksinya.
“Jadi seorang pegawai yang secara normatif itu tidak mungkin bisa menghimpun kekayaan yang sedemikian besar dan kami meyakini tidak mungkin rekan sejawat, atasan, atau pimpinannya itu tidak tahu,” lanjut Alex dikutip dari Detik.
Diberitakan sebelumnya, total gratifikasi yang diterima Andhi Pramono diduga mencapai Rp 28 miliar. Uang hasil korupsi itu digunakan untuk berbagai kepentingan pribadi Andhi, salah satunya untuk membeli rumah mewah Rp 20 miliar. Alex menegaskan, KPK terus melakukan penelusuran lebih lanjut atas aliran uang korupsi Andhi Pramono.
“Diduga AP membelanjakan, mentransfer uang yang diduga hasil korupsi dimaksud untuk keperluan AP dan keluarganya, di antaranya dalam kurun waktu 2021 dan 2022 melakukan pembelian berlian senilai Rp652 juta, pembelian polis asuransi senilai Rp1 miliar dan pembelian rumah di wilayah Pejaten, Jaksel senilai Rp20 miliar,” kata Alex.
Karena perbuatannya, KPK menyangka Andhi dengan Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ia juga disangkakan pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.(hzh)