(IslamToday ID) – Ahli hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari sepakat jika Mahkamah Konstitusi (MK) itu ambil bagian dalam mengatur batasan masa jabatan ketua umum partai politik (ketum parpol).
“Sebelum ada pembatasan masa jabatan ketum partai, selamanya di Indonesia tidak ada partai, yang ada itu adalah perusahaan keluarga bernama partai,” kata Feri dikutip dari Kompas, Sabtu (15/7/2023).
Tanpa pembatasan, partai politik rentan jadi dinasti politik. Apalagi, mayoritas partai politik di Indonesia masih bertumpu pada sosok petinggi maupun pendiri partai politik tersebut.
“Bisa ketua umum partai sudah 30 tahun tidak ganti-ganti, nanti kalau berganti anaknya lagi. Jadi ini bukan lagi soal dinasti keluarga, ini partai yang mirip perusahaan, ada CEO-nya,” jelas Feri.
Menurutnya, ketika MK memutus batasan masa jabatan ketum parpol, hal itu bukan berarti intervensi negara terhadap parpol yang notabene bukan lembaga negara. Hingga saat ini, UU Parpol yang ada tidak mengatur batasan masa jabatan ketum parpol dan menyerahkannya ke dalam AD/ART internal.
“Undang-undang itu kan sumbu yang menentukan, apakah sebuah aturan itu konstitusional atau tidak, turunan dari UUD kan. Kalau UUD mengatur pembatasan, AD/ART (parpol) harus mengikuti itu,” kata Feri.
Saat ini, ada dua permohonan uji materi UU Parpol yang didaftarkan ke MK dengan tuntutan agar Mahkamah mengatur masa jabatan ketum parpol. Dalam dua permohonan ini, kasus Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang telah berkuasa 24 tahun di partai berlogo banteng itu dijadikan contoh.
Tidak hanya dipimpin Megawati selama 24 tahun, tapi sejumlah posisi strategis di PDIP itu juga diduduki oleh kerabatnya, salah satunya Puan Maharani yang menjabat sebagai Ketua DPP Bidang Politik.
Mereka juga menyinggung dinasti politik di Partai Demokrat. Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) mewariskan tampuk kepemimpinan kepada putra sulungnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Posisi Wakil Ketua Umum Demokrat diduduki oleh Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas yang merupakan putra kedua SBY. Sementara itu, SBY menjabat sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat.
Dinasti politik ini dinilai telah menimbulkan otoritarianisme ketum parpol. Para pemohon pada dua perkara ini juga mengungkit peristiwa ketika anggota Komisi III DPR RI, Bambang “Pacul” Wuryanto, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Menko Polhukam Mahfud MD terkait pengesahan RUU Perampasan Aset yang disebut harus mendapat persetujuan dari ketum parpol. [wip]