(IslamToday ID)— Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mendesak pemerintah untuk merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.50 tahun 2020. Hal ini menyikapi perkembangan social commerce sebagai tempat jual beli online di Indonesia.
Peneliti Center of Digital Economy and SMEs, Nailul Huda mengungkapkan alasan penting dibalik regulasi tersebut ialah adanya perkembangan yang sangat pesat pada social commerce dalam dua hingga tiga tahun terakhir. Sejumlah platform media sosial mulai dari Instagram Shop, Facebook Shop dan yang terbaru TikTok Shop kini menjadi lapak jual beli online.
“Perkembangan Social Commerce di ASEAN dan Indonesia mengalami peningkatan yang pesat sehingga butuh peraturan terutama terkait dengan industri serupa seperti e-commerce dan ritel offline,” ungkap Nailul Huda dalam Diskusi Publik ‘Project S TikTok: Ancaman atau Peluang?’ pada Senin, 24 Juli 2023.
Nailul juga menjelaskan tentang perlunya adanya penarikan pajak yang sama antara social commerce dan e-commerce, ia juga memaparkan tentang dampak dari praktik jual beli online di keduanya ialah meningkatnya impor ke Indonesia.
“Data di luar menyebutkan 90-95% produk-produk di e-commerce itu berasal dari impor,”ujar Nailul.
“Mungkin seller (penjual)nya itu seller lokal tapi produk yang dijual dari impor terutama dari China, ini yang harus dibahas dalam revisi Permendag No.50 Tahun 2020,” tandasnya.
Nailul dalam paparannya menyinggung tiga hal yang harus ada dalam revisi Permendag No.50 Tahun 2020: (1) penyempurnaan definisi penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik yang hanya mengatur “transaksi perdagangan” karena social commerce bukan untuk transaksi perdagangan melainkan komunikasi secara umum, (2) perlu ada peraturan terkait dengan penyelenggara sarana perantara karena sering digunakan sebagai kedok social commerce untuk dalih bukan tempat jual beli, (3) peraturan mengenai barang impor dimana harus ada deskripsi barang di setiap jendela barang agar ada data mengenai produk impor bisa dideteksi, sehingga kebijakan bisa lebih terukur. [khs]