(IslamToday ID) – Mantan penyidik KPK Novel Baswedan mengkritik pimpinan KPK yang meminta maaf kepada TNI dan cenderung menyalahkan tim penindakan terkait penanganan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Basarnas RI.
“Ini memalukan. Pimpinan KPK harus bertanggung jawab. Penyelidik dan penyidik KPK bekerja untuk dan atas nama pimpinan KPK. Semua proses pasti diketahui oleh pimpinan dan struktural KPK,” kata Novel dikutip dari CNN Indonesia, Sabtu (29/7/2023).
Ia turut menyoroti Ketua KPK Firli Bahuri yang seolah lepas tangan terhadap penanganan kasus yang menyeret Kabasarnas Henri Alfiandi dan Afri Budi Cahyanto selaku Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas.
Berdasarkan informasi di internal KPK, Firli sejak Rabu (26/7/2023) berangkat ke Sulawesi Utara. Operasi tangkap tangan (OTT) kasus di Basarnas terjadi pada Selasa (25/7/2023).
Sumber itu mengatakan, terkonfirmasi juga oleh pemberitaan sejumlah media massa, Firli pada Rabu (26/7/2023) dengan didampingi Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey meresmikan GOR WKI Richard Mainaky di Kombos, Manado, Sulawesi Utara.
Dari informasi resmi yang dibagikan KPK, Firli pada Kamis (27/7/2023) menghadiri agenda Rapat Dengar Pendapat (RDP) di kantor Gubernur Sulawesi Utara. Ia juga mengisi kuliah umum di Universitas Sam Ratulangi, Manado.
“Firli sengaja pergi ke Manado ketika terjadi OTT yang melibatkan anggota TNI. Firli mestinya paham karena beberapa kali pernah tangani perkara pidana koneksitas,” ucap Novel.
Sementara, Ketua Indonesia Memanggil (IM57+) Institute Praswad Nugraha mengatakan pimpinan KPK tidak boleh cuci tangan dalam permasalahan ini dengan melimpahkan kesalahan kepada penyelidik KPK.
Praswad mengatakan, penyelidik KPK bertindak atas perintah dan atas nama pimpinan KPK. Ia menjelaskan, setelah menemukan dua alat bukti yang cukup, maka penyelidik wajib melaporkan kepada pimpinan KPK untuk selanjutnya ditetapkan tersangka atau tidak.
“Penetapan tersangka sepenuhnya adalah kewenangan pimpinan KPK, bukan kewenangan penyelidik atau penyidik KPK. Pimpinan KPK tidak boleh cuci tangan seolah-olah ini adalah pekerjaan tim penyelidik semata, karena seluruh alat bukti wajib dilaporkan kepada pimpinan KPK dalam mekanisme ekspose perkara bersama antara penyelidik, penyidik, penuntut, dan pimpinan KPK,” kata Praswad dikutip dari Republika.
Ia menyebut kesalahan atau ketidakcermatan pimpinan KPK tidak boleh terjadi di dalam proses pro yustisia atau penanganan perkara. Sebab, hal ini masuk dalam penyalahgunaan kewenangan dan termasuk dalam perbuatan pidana.
“Pimpinan KPK harus bertanggung jawab penuh atas segala proses operasi tangkap tangan dan penanganan perkara, baik secara etik maupun pidana,” pungkas Praswad. [wip]