(Islam Today ID) – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD meminta agar penegakan hukum terhadap kasus dugaan suap yang melibatkan Kepala Basarnas Henri Alfiandi di teruskan ke peradilan Militer.
Mahfud mengungkapkan pihak TNI sudah menerima substansi masalahnya, yakni sangkaan korupsi untuk ditindaklanjuti berdasar kompetensi peradilan militer. Oleh karena itu, ia meminta TNI untuk melanjutkan perkara tersebut di pengadilan militer.
“Yang penting masalah korupsi yang substansinya sudah diinformasikan dan dikordinasikan sebelumnya kepada TNI ini harus dilanjutkan dan dituntaskan melalui Pengadilan Militer,” Ujar Mahfud. Minggu (30/7/23)
Perdebatan tentang prosedur kasus itu, menurutnya jangan sampai menyebabkan substansi perkara menjafi kabur sehingga tak berujung ke Pengadilan Militer.
Ia mengakui meskipun sulit membawa oknum militer ke pengadilan untuk dihukum, tetapi Mahfud meyakini kasus ini bisa ditangani.
“Meskipun terkadang ada kritik bahwa sulit membawa oknum militer ke pengadilan tetapi biasanya jika suatu kasus sudah bisa masuk ke pengadilan militer sanksinya sangat tegas dengan konstruksi hukum yang jelas,” Imbuhnya.
Mahfud menjelaskan penetapan tersangka Henri dalam kasus itu oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tidak perlu diperdebatkan.
“Meskipun harus disesalkan, problem yang sudah terjadi itu tak perlu lagi diperdebatkan berpanjang-panjang. Yang penting kelanjutannya, agar terus dilakukan penegakan hukum atas substansi masalahnya, yakni korupsi,” Ucap Mahfud dilansir dari MI.
Lanjut Mahud, KPK telah mengaku khilaf bahwa kasus dugaan korupsi yang melibatkan personil TNI, secara prosedur ditangani oleh Polisi militer.
Sebelumnya, KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus duagaan suap alat di Basarnas, yakni Kepala Basarnas Henri Alfiandi, Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Dirut PT Intertekno Grafika Sejati Marilya, Dirut PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil, dan Koorsmin Kabasarnas Afri Budi Cahyanto.
Berdasarkan keterangan KPK, kasus tersebut bermula ketika Basarnas melaksanakan beberapa proyek pada 2023. Proyek pertama adalah pengadaan peralatan deteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar.
Lalu, proyek pengadaan public safety diving equipment dengan nilai kontrak Rp17,3 miliar. Terakhir, pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha senilai Rp89,9 miliar.
Mulsunadi, Marilya, dan Roni ingin memenangkan proyek tersebut kemudian melakukan pendekatan secara personal dengan Henri melalui Afri. Dari sana, muncul kesepakatan jahat. Henri disebut meminta fee 10% dari nilai kontrak sehingga proyek pengadaan bisa dengan mulus dilakukan. KPK juga menemukan penerimaan lain yang dilakukan Henri dalam periode 2021 sampai 2023. Totalnya diperkirakan mencapai Rp88,3 miliar.[mfh]