(IslamToday ID) – Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan dirinya akan mengevaluasi perwira tinggi TNI yang menduduki jabatan sipil buntut penetapan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Marsekal Madya Henri Alfiandi sebagai tersangka kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jokowi tak mau lagi ada korupsi di instansi atau jabatan yang strategis.
“Semuanya akan dievaluasi, tidak hanya masalah itu [kasus suap Basarnas]. Semuanya, karena kita tidak mau lagi di tempat-tempat yang sangat penting terjadi penyelewengan, terjadi korupsi,” kata Jokowi usai meresmikan sodetan Sungai Ciliwung-Kanal Banjir Timur di Jatinegara, Jakarta Timur, dilansir dri Chanel Youtube Sekertariat Presiden, Senin (31/7/2023).
Soal kisruh penanganan kasus suap Kepala Basarnas, Menurut Jokowi, persoalan itu terjadi hanya karena masalah koordinasi antara KPK dengan TNI. Ia meyakini bahwa tidak ada masalah yang akan timbul jika koordinasi dilakukan.
“Menurut saya, masalah koordinasi ya, masalah koordinasi yang harus dilakukan semua instansi sesuai dengan kewenangan masing-masing menurut aturan. Sudah, kalau itu dilakukan, rampung,” ujar Jokowi.
KPK sebelumnya menetapkan Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi dan Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letnan Kolonel Arif Budi Cahyanto sebagai tersangka suap di instansi pencarian dan pertolongan tersebut pada Rabu 26 Juli 2023.
Pada Jumat 28 Juli 2023, rombongan TNI yang dipimpin oleh Komandan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI Marsekal Muda Agung Handoko mendatangi KPK untuk mengklarifikasi soal ditetapkannya tersangka Henri dan Arif yang dianggap melebihi kewenangannya dalam menjalankan tugas karena tidak berkoordinasi dengan TNI.
Agung mengatakan, baik Henri maupun Arif saat menjalankan tugasnya sebagai anggota Basarnas masih berstatus TNI aktif, sehingga penetapan tersangka bagi anggota TNI aktif tidak bisa sembarangan dilakukan selain oleh Puspom TNI.
Setelah pertemuan, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyatakan bahwa penetapan tersangka terhadap Henri dan Arif merupakan kekhilafan dari anak buahnya dan meminta maaf atas kekeliruan tersebut.
“Di sini ada kekeliruan, kekhilafan dari tim kami yang melakukan penangkapan. Oleh karena itu atas kekhilafan ini kami mohon dapat dimaafkan dan kedepan kami akan berupaya kerjasama yang baik antara TNI dengan KPK,”ujar Wakil Ketua KPK Johanis Tanak di kantornya di Jakarta, Jumat (28/7/2023).
Ketua KPK Firli Bahuri kemudian mengeluarkan pernyataan seolah membantah pihaknya tidak berkoordinasi dengan TNI saat penetapan tersangka Henri dan Arif. Ia mengatakan seluruh kegiatan pihaknya dalam operasi tangkap tangan (OTT) hingga penetapan tersangka suap proyek di Basarnas telah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
Firli menebut pihaknya juga telah melibatkan Puspom TNI sejak awal untuk mengikuti gelar perkara sampai dengan penetapan status perkara dan status hukum para pihak terkait.
“Maka kemudian KPK melanjutkan proses penanganan perkara yang melibatkan para pihak dari swasta atau non-TNI/militer, dan menyerahkan penanganan perkara yang melibatkan oknum militer/TNI kepada TNI untuk dilakukan koordinasi penanganan perkaranya lebih lanjut,” jelasnya.
Sebagai pucuk pimpinan KPK, Firli pun menyatakan kasus tersebut menjadi tanggung jawab penuh pimpinan lembaga antirasuah.
“Seluruh proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan perkara dugaan tindak pidana korupsi yang telah dilakukan oleh segenap insan KPK, serta berbagai upaya pencegahan dan pendidikan antikorupsi, adalah tanggung jawab penuh pimpinan KPK,” kata Firli, Sabtu (29/7/2023).(hzh)