(IslamToday ID) – Anggota Dewan Pakar Partai Golkar Ridwan Hisjam mengkritik keras keputusan Partai Golkar yang mendukung Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai calon presiden (Capres) 2024. Menurutnya, hasil Musyawarah Nasional (Munas) telah menetapkan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto sebagai capres.
Ridwan mengatakan, sebenarnya Golkar boleh-boleh saja jika ingin mengubah dukungan mereka terhadap capres tertentu. Hanya saja, keputusan tersebut harus diambil melalui Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub).
“Ya kan dukung-dukung saja, boleh saja. Tapi kan konstitusinya Golkar kan harus dilewati, melalui yang namanya proses konstitusi di Golkar, yaitu melalui Munaslub,” kata Ridwan dikutip dari Kompas, Senin (14/8/2023).
Ia menilai deklarasi bersama yang dilakukan Golkar bersama PAN, PKB, dan Gerindra di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jakarta Pusat, kemarin baru merupakan keputusan Airlangga, bukan keputusan Golkar. Sebab, jika melihat keputusan partai, maka Golkar sudah tegas ingin mengusung Airlangga sebagai capres.
“Aturannya itu capresnya Airlangga. Bahwa dia mau mengubah ya boleh. Mendukung Prabowo boleh, dukung Ganjar boleh, dukung Anies boleh, dukung dirinya boleh. Tapi harus melalui satu prosedur, iya (Munaslub). Aturannya tetap harus dilewati. Kalau enggak, bisa digugat itu sama anggota di Golkar karena tidak melalui proses administrasi konstitusi yang benar,” tuturnya.
Ridwan menegaskan Munaslub harus digelar jika Golkar ingin mengubah nama capres yang didukung menjadi Prabowo Subianto. Ia heran kenapa pengurus pusat Golkar terkesan takut dengan isu Munaslub yang sedang santer belakangan ini.
“Munaslub itu adalah institusi tertinggi di Golkar. Jadi kalau dijadwalkan Munaslub dan semua kabupaten/kota dikumpulkan se-Indonesia, terus memberikan dukungan kepada capres yang diputuskan, kan tambah kuat. Daripada hanya 38 DPD. Maka Golkar akan makin solid. Bahwa di situ terjadi perubahan ketum atau tidak, tergantung DPP,” jelas Ridwan.
Ia mengaku sudah menyarankan Golkar untuk berbenah sejak dulu. Namun, ketika diberi tahu, pengurus pusat Golkar tidak berani mengeksekusinya.
“Dari dulu sudah dikasih tahu supaya ubah strategi, enggak berani, enggak mau. Ya akhirnya enggak mau. Karena didukung orang-orang di fungsi DPP yang tidak ngerti strategi, tidak ngerti politik, hanya bisa jilat-jilat. Akhirnya Golkar-nya jadi seperti ini, enggak dapat apa-apa Airlangga. Presiden enggak bisa, Wapres enggak bisa,” ujar Ridwan.
Ridwan turut menyentil kader Golkar di seluruh Indonesia yang selalu meneriakkan “Airlangga Presiden”, padahal Menko Perekonomian tersebut tidak maju sebagai capres maupun cawapres. Menurutnya, Golkar tidak mendengar nasihat Dewan Pakar Golkar selaku orang tua, sehingga berujung kegagalan seperti ini.
“Ini akibatnya karena tidak mau mendengarkan omongan orang tua. Dewan Pakar itu orang tua semua, bukan orang kaleng-kaleng,” ucapnya.
Untuk itu, Ridwan meminta agar Airlangga Hartarto bersikap ksatria dengan mundur dari posisi ketua umum. Apalagi, katanya, Airlangga baru-baru ini diperiksa menjadi saksi selama berjam-jam di kasus dugaan korupsi minyak goreng.
Ridwan menilai, tersandungnya Airlangga di kasus korupsi tersebut bisa menimbulkan citra yang tidak baik bagi Golkar. “Kenapa? Karena pada saat proses kita lagi kampanye, Ketum Golkar bolak-balik ke pengadilan jadi saksi. Jadi ini masalah pencitraan partai. Toh kalau dia ksatria, dia mundur kan juga enggak apa-apa. Toh dia bukan capres. Buktinya kan enggak bisa jadi capres,” pungkasnya. [wip]