(Islam Today ID) – Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan menilai saran Ketua MK periode (2003–2008) ,Jimmy Asshiddiqie yang mengusulkan agar DPD dibubarkan, wajib diperjuangkan.
“Karena keberadaannya sama dengan kebertiadaannya. Alias tidak berguna,” ujar Anthony, Kamis (17/8).
Menurutnya, timing pembubaran DPD sangat penting, jangan sampai mengganggu agenda nasional pemilu (pemilihan umum) dan pilpres (pemilihan presiden), yang segera terlaksana dalam 6 bulan lagi, 14 Februari 2024.
“Anggota DPR dan DPD hasil pemilu 2024 akan dilantik pada 20 Oktober 2024. Setelah itu, MPR, yang terdiri dari anggota DPR dan DPD, bisa bersidang untuk menentukan nasib DPD, dan MPR,” bebernya.
MPR yang baru bisa membubarkan DPD pada pemilu selanjutnya, 2029. Sementara itu, DPD tetap berfungsi “tiada guna” hingga masa jabatan 5 tahun ke depan, sampai 19 Oktober 2029, untuk kemudian diganti dengan utusan daerah dan utusan golongan, seperti usulan Prof Jimly.
“Kalau perlu, MPR juga bisa kembali menjadi lembaga tertinggi negara, yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden, seperti dimaksud UUD 1945 asli,” ungkapnya.
Dalam hal ini, tegas dia, MPR harus pastikan, bahwa peraturan pembatasan masa jabatan presiden, yaitu dua kali, tetap berlaku.
“Semoga utusan daerah dan utusan golongan seperti diusulkan Prof Jimly bisa jauh lebih bermanfaat bagi negara, dari pada hanya menghabiskan uang negara tanpa kontribusi yang jelas,” katanya dikutip dari MonitorIndonesia.
Sebelumnya, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Jimly Asshiddiqie mengusulkan agar DPD dibubarkan lewat amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 karena tidak ada gunanya.
Menurut Jimly, selama menjabat sebagai anggota DPD untuk empat tahun, DPD tak ubahnya seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM) karena hanya memberi usul tapi usulnya tidak pernah didengar.
“Saya sudah empat tahun di sini, ini kayak LSM saja. Dia hanya memberi saran, pertimbangan, usulan, tapi enggak pernah didengar, jadi dia tidak memutuskan, padahal ini lembaga resmi,” kata Jimly di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (16/8).
“Maka harus dievaluasi, bisa enggak dia bubar saja lah, karena adanya sama dengan tiadanya. Bubarin saja,” sambungnya.
Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini mengatakan, struktur parlemen Indonesia saat ini yang terdiri dari MPR, DPR, dan DPD adalah hal yang tidak lazim.
Menurutnya, di negara-negara lain, parlemen hanya terdiri dari dua kamar, yakni MPR sebagai upper house dan DPR sebagai lower house.
“Nah bisa enggak ini dipikir ulang, cukup dua saja, ada MPR upper house, ada DPR lower house. MPR ditambah satu fraksi namanya perwakilan golongan, di DPR tambahin satu fraksi namanya perwakilan daerah. Dengan demikian DPD dibubarin, masuk ke DPR,” Tutup Jimly.[mfh]