(IslamToday ID) – Mahkamah Agung (MA) melansir putusan judicial review Peraturan Bersama Menteri (PBM) yakni Menteri Agama (Menag) dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) No 9 Tahun 2006 dan No 8 Tahun 2006 terkait Pendirian Rumah Ibadat. Gugatan itu diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Hasilnya, MA menolak gugatan itu. Apa alasan MA?
Dalam gugatannya, PSI meminta agar rekomendasi Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dalam memperoleh IMB rumah ibadat yang disyaratkan PBM dihapus. Wakil Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie mendorong hadirnya aturan hukum yang lebih kuat, lebih adil, dan tidak diskriminatif terkait pendirian rumah ibadat.
Tapi apa kata MA?
“Menolak permohonan keberatan hak uji materiil dari Para Pemohon: I. Partai Solidaritas Indonesia, II. Josiah Michael, III. GKKD Bandar Lampung,” demikian bunyi amar putusan MA yang dikutip Kamis (31/8/2023).
Putusan itu diketok oleh ketua majelis Yulius dengan anggota Yodi Martono Wahyunadi dan Is Sudaryono. Menurut majelis, objek permohonan merupakan salah satu kebijakan untuk mewujudkan kerukunan umat beragama. Yaitu keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan agamanya dan ajaran kerja sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
“Adalah keliru menafsirkan mekanisme prosedural-substansial pendirian rumah ibadat yang diatur dan ditegaskan dalam objek permohonan, sebagai pelarangan atau pembatasan kegiatan keagamaan,” kata MA dikutip dari DetikCom.
Selain pemenuhan persyaratan administratif legal formal yang ditetapkan berdasarkan regulasi setempat, keberlakuan objek permohonan khususnya pelibatan dan syarat rekomendasi tertulis dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dalam pendirian rumah ibadat, merupakan mekanisme permufakatan diantara penganut dan pemuka agama setempat.
“Untuk menentukan objektivitas, urgensi dan aspek ketenteraman serta ketertiban umum antar umat beragama di wilayahnya, sesuai dengan karakter dan kondisi demografi daerah di Indonesia yang tentu berbeda-beda,” ungkapnya.
Bagaimana dengan keberadaan FKUB?
“Ikut sertanya Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang terdiri atas pemuka agama dari setiap agama yang ada di kabupaten/kota, dan dipilih secara musyawarah dalam pendirian rumah ibadat, merupakan bentuk dari jaminan negara atas hak beragama yang merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan kemerdekaan memeluk agama bagi setiap warga negara,” papar MA.
“Serta kewajiban pemerintah untuk melindungi penduduk dalam melaksanakan ajaran agama dan ibadat, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, tidak menyalahgunakan atau menodai agama, serta tidak mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum,” sambung MA.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, MA menyatakan terbukti Pasal 9 ayat (2) huruf e, Pasal 14 ayat (2) huruf d, Pasal 19 ayat (1), dan Pasal 20 ayat (2) Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 9 Tahun 2006 dan No 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat, tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
“Baik UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, maupun UU No 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Konvensi Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik),” tegasnya. [wip]