(IslamToday ID) – Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) menolak wacana yang diusulkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) agar semua rumah ibadah dikontrol pemerintah.
HNW menilai wacana tersebut tidak sesuai dengan ketentuan konstitusi yang berlaku di Indonesia. Dan itu bisa menjadi teror yang membahayakan harmoni dan kebebasan beragama yang dijamin oleh konstitusi.
“Wacana itu tidak sesuai dengan prinsip konstitusi yang berlaku di Indonesia sebagai negara hukum yang berdaulat dan karenanya tidak harus membebek ketentuan negara lain. Apalagi konstitusi yang berlaku di Indonesia tegas menghormati pelaksanaan ajaran agama sebagai bagian dari HAM,” kata HNW, Rabu (6/8/2023).
Wacana itu selain berbahaya bagi pelaksanaan HAM terkait kebebasan beragama, bahkan bisa menghilangkan harmoni karena bisa memicu tumbuhnya sikap saling curiga sesama anak bangsa yang selama ini umumnya bisa hadirkan harmoni dalam beribadah di rumah-rumah ibadah.
HNW menegaskan mestinya BNPT memahami dengan baik dan benar banyaknya ketentuan dalam UUD 1945 yang memberikan jaminan dan kebebasan bagi rakyat untuk memeluk agama dan melaksanakan peribadatan agama. Sebagiannya bahkan dinyatakan sebagai HAM. Beberapa di antaranya adalah Pasal 28E ayat (1), Pasal 28I ayat (1), Pasal 28J ayat (2), dan Pasal 29 UUD 1945.
“Ketentuan Pasal 29 menegaskan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu,” jelasnya dikutip dari DetikCom.
Lebih lanjut, HNW mengaku sependapat dan mendukung pernyataan Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas dan Ketua Bidang Keagamaan PBNU Ahmad Fahrurrozi dan pimpinan Dewan Masjid Indonesia (DMI), bahkan PGI melalui Ketuanya Gumar Gultom yang juga mengkritik dan menolak wacana dari BNPT ini.
Apabila memang ada indikasi pelanggaran hukum seperti penyebaran kebencian dan laku radikalisme di rumah ibadah, aparat penegak hukum dapat melakukan tindakan preventif dan persuasif, bahkan bekerja sama dan maksimalkan kewenangan pada organisasi massa keagamaan yang diakui pemerintah untuk mengelola dan maksimalkan dengan baik kegiatan di rumah-rumah ibadah.
Bukan justru memberlakukan wacana yang mengembalikan Indonesia ke era represi pra demokrasi dengan semuanya dilakukan kontrol termasuk di rumah-rumah ibadah, tanpa ada bukti hukum adanya penyebaran kebencian atau paham radikalisme di tempat-tempat ibadah.
“Kita setuju menolak segala bentuk tindakan yang tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 seperti separatisme, komunisme, dan radikalisme. Tapi BNPT mestinya tampilkan bukti dengan menyebutkan tempat-tempat ibadah yang dicurigai menyebarkan kebencian atau paham radikalisme. Itu harus jelas terlebih dahulu pelanggaran hukumnya,” katanya.
“Jangan hanya karena ada laporan pertanyaan dari satu pihak lalu dipukul rata atau digeneralisasi untuk dikontrol semuanya, itu bisa memunculkan ketakutan, saling curiga dan membuat ketidaknyamanan pemeluk agama di saat mereka berada di rumah-rumah ibadah, yang mestinya malah menghadirkan ketenteraman, selain tidak terpenuhinya prinsip negara hukum yang akui HAM,” lanjutnya.
Secara spesifik, HNW sependapat dengan Ketua PBNU Bidang Keagamaan Gus Fahrur yang menyebutkan bahwa kebebasan beribadah merupakan salah satu elemen penting dari kebebasan beragama. Apalagi, ketentuan-ketentuan dalam konstitusi juga telah menjamin keduanya yakni kebebasan beragama dan juga kebebasan beribadah. Oleh karenanya, ia berharap agar wacana untuk mengontrol tempat ibadah itu dibatalkan saja.
“Indonesia adalah negara demokrasi yang menegakkan hukum, tapi tetap menghormati HAM yang bertujuan mencapai welfare state selayaknya negara-negara di era modern. Bukan konsep negara penjaga malam yang kerap mencurigai rakyatnya sendiri,” pungkasnya. [wip]