(IslamToday ID) – Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Sektor Keamanan merespon pernyataan Presiden Jokowi atau Jokowi yang mengaku memiliki informasi terkait arah partai politik dari intelijen negara baik dari BIN, TNI hingga Polri.
Koalisi yang terdiri dari Imparsial, PBHI Amnesty International, YLBHI, Kontras, Centra Initiative, Elsam, Walhi, ICW, HRWG, LBH Masyarakat, dan Setara Institute itu menilai Jokowi beserta perangkat intelijenya menjadikan partai politik sebagai objek dan target pemantuan intelijen.
“Ini merupakan masalah serius dalam kehidupan demokrasi di Indonesia; Tidak boleh dan tidak bisa dalam negara demokrasi,” ujar Ketua PBHI Julius Ibrani lewat keterangannya, Sabtu (16/9/2023).
Julius mengatakan, intelijen memang merupakan aktor keamanan yang berfungsi memberikan informasi terutama kepada Presiden. Namun demikian informasi intelijen itu seharusnya terkait dengan musuh negara, bukan terkait dengan masyarakat politik, partai politik dan sebagainya serta juga masyarakat sipil.
“Sebagaimana disebutkan Pasal 1 angka 1 dan 2 UU No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara. Partai politik dan masyarakat sipil adalah elemen penting dalam demokrasi sehingga tidak pantas dan tidak boleh Presiden memantau, menyadap, mengawasi kepada mereka dengan menggunakan lembaga intelijen demi kepentingan politik Presiden,” jelasnya.
Sementara itu Direktur YLBHI Muhammad Isnur memandang, pernyataan presiden tersebut mengindikasikan adanya penyalahgunaan kekuasaan terhadap alat-alat keamanan negara untuk melakukan kontrol dan pengawasan demi tujuan politiknya.
“Hal ini tidak bisa dibenarkan dan merupakan ancaman bagi kehidupan demokrasi dan HAM di Indonesia,” ujarnya.
Isnur mengatakan, persoalan ini merupakan bentuk penyalahgunaan intelijen untuk tujuan tujuan politik Presiden dan bukan untuk tujuan politik negara. Pada hakikatnya, Lembaga intelijen di bentuk untuk dan demi kepentingan keamanan nasional dalam meraih tujuan politik negara dan bukan untuk tujuan politik presiden.
“Peristiwa ini mengindikasikan adanya pelanggaran terhadap hukum dan undang undang UU Intelijen, UU HAM, UU partai politik dan lain sebagainya,” ucapnya.
Lebih lanjut, Koalisi Masyarakat Sipil juga menilai hal tersebut merupakan bentuk skandal politik dan menjadi masalah serius dalam demokrasi sehingga mereka mendesak pernyataan Jokowi itu harus diusut tuntas.
“Oleh karena itu sudah sepatutnya DPR memanggil Presiden beserta lembaga intelijen terkait untuk menjelaskan masalah ini kepada publik secara terang benderang,” kata koalisi.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengaku memiliki informasi lengkap dari Intelijen soal situasi dan arah politik partai-partai. Hal itu ia sampaikan saat menghadiri rapat kerja nasional (rakernas) relawan Seknas (Sekretariat Nasional) Jokowi di Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu (16/9/2023).
“Dalamnya partai seperti apa saya tahu, partai-partai seperti apa saya tahu. Ingin mereka menuju kemana saya tahu. Informasi yang saya terima komplit,” kata Jokowi dikutip dari Antara.
Ia kemudian menyinggung tahun 2024 menjadi tahun penting bagi Indonesia untuk melompat menjadi negara maju. Namun untuk bisa ke sana, Jokowi mengatakan semua sangat tergantung pada kepemimpinan.
“Jadi informasi yang saya terima komplet. Dari intelijen saya ada BIN, dari intelijen di Polri ada, dari intelijen di TNI saya punya, dan informasi-informasi di luar itu,” kata dia.
“Dan itu hanya miliknya Presiden. Dia (informasi) itu langsung,” pungkasnya.(hzh)