(IslamToday ID)— Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA mengkritisi kembali mencuatnya isu pemilu presiden (Pilpres) 2024 akan diikuti oleh dua pasangan calon (paslon). Salah satu dalih wacana dua paslon dalam pilpres ialah biaya lebih murah, karena bisa satu putaran.
HNW membantah argumentasi tersebut, karena di era Reformasi inipun, Indonesia pernah dua kali menyelenggarakan Pemilihan Presiden yaitu pada tahun 2004 dan 2009. Pada tahun 2004 Pilpres terselenggara hingga dua putaran, tetapi tidak ada masalah dengan APBN dan tidak terjadi polarisasi yang terus dirawat dan diwariskan hingga pemilu berikutnya.
“Demokrasi memang perlu ongkos, tapi kalau yang diinginkan adalah biaya termurah, maka kembali saja pada pola Pilpres pada zaman Orba, dimana Presiden dipilih oleh MPR. Hal yang tentu mereka tolak juga,” ujarnya.
Biayalebih besar justru untuk memperbaiki keterbelahan masyarakat akibat adanya polarisasi terkait Pilpres 2014 dan Pilpres 2019. Kita masih merasakan keresahan masyarakat yang terbelah karena pilpres 2014 dan 2019 yang hanya menyediakan dua pasangan calon saja.
Bahkan, polarisasi itu masih terasa hingga saat ini. Biaya menyembuhkan masyarakat dari pembelahan akibat polarisasi itu dirasakan lebih mahal dibanding biaya pilpres hingga putaran kedua sebagaimana terjadi pada Pilpres 2004,” tukasnya.
Pasal 6A UUD 1945
HNW mengingatkan ketentuan UUD NRI 1945, terutama Pasal 6A ayat (4), yang lebih akomodatif terhadap adanya lebih dari dua paslon dalam pilpres. Hal itu untuk merawat demokrasi konstitusional di Indonesia, serta menghindarkan pembelahan dan polarisasi di kalangan masyarakat.
“Jadi, apabila ada pihak yang memaksakan kehendak agar Pilpres 2024 diarahkan hanya diikuti oleh dua pasangan calon saja, selain tidak menghormati hak rakyat untuk mendapat alternatif pilihan pemimpin yang terbaik, juga bisa dinilai sebagai tidak merawat prinsip demokrasi konstitusional,” kata HNW dalam siaran persnya, Sabtu (23/9).
Koalisi Parpol Jelang Pemilu 2024
HNW menjelaskan peta perkoalisian partai-partai politik saat ini sebenarnya juga sudah mengarah kepada bisa hadirnya tiga pasangan calon, yakni Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar yang diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Nasional Demokrat (Nasdem) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Prabowo Subianto yang diusung oleh Partai Gerindra, Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN)serta PD, juga Ganjar Pranowo yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
“Arah koalisi Partai – Partai yang berhak menyalonkan Presiden sebenarnya sudah mengarah kepada bukan hanya dua pasangan calon presiden, tetapi memungkinakan adanya tiga pasangan calon, sehingga harapan Rakyat bisa diwujudkan, dan potensi pengulangan polarisasi di tengah masyarakat menjadi semakin mengecil. Tinggal menunggu keberanian dari dua bacapres Ganjar dan Prabowo untuk segera mendeklarasikan pasangan cawapresnya,” ujarnya.
HNW juga mengingatkan bahwa setiap partai politik perlu memikirkan dampak negatif bila dipaksakan kembali diberlakukannya hanya dua pasangan capres untuk Pilpres 2024. Semua partai diharapkan ikut merawat konstitusionalisasi demokrasi sebagaimana terjadi pada pilpres tahun 2004 dan 2009.
“Ini harus jadi catatan bersama bagi kita. Karena Pilpres itu bukan sekadar untuk berkuasa, tetapi bagaimana kita bisa mengkoreksi dampak negatif dari pilpres sebelumnya, dan bagaimana dengan pilpres menghadirkan opsi lebih banyak bagi putra-putri Indonesia yang terbaik untuk dipilih sebagai pemimpin bangsa Indonesia yang besar ini,” pungkasnya. [khs]