(IslamToday ID) – Pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti menilai wacana mendorong anak sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka menjadi bakal calon wakil presiden (cawapres) bisa diterima jika ia sudah punya pengalaman mumpuni dan meniti karier politik secara terstruktur.
Menurutnya, amat lazim jika seorang pemimpin menginginkan keturunannya bisa menapaki jalan yang sama. Meski begitu, seharusnya calon pemimpin itu menempa diri dari tingkat terbawah dan melalui proses yang panjang.
“Sebenarnya yang kita inginkan enggak jadi soal presiden ingin anaknya juga jadi presiden, asal meniti kariernya benar. Itu yang jadi persoalan,” kata Ikrar dikutip dari Kompas, Jumat (20/10/2023).
Ia mengatakan, pengalaman Gibran di dunia politik juga masih perlu ditambah. Selain itu, saat ini ia baru menduduki jabatan walikota, sehingga dinilai wajar jika banyak pihak masih meragukan kemampuannya ketika mendadak muncul wacana buat menjadi peserta dalam pemilihan presiden (Pilpres).
Di sisi lain, Ikrar menilai Gibran hanya dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang akan berkompetisi untuk menarik suara dan mempertahankan dukungan politik dari para pendukung Jokowi.
“Kalau Gibran maju jadi cawapres, walau elektabilitasnya masih di bawah Erick Thohir, Sandiaga Uno, itu kan alasan kenapa Prabowo ngotot mau jadikan dia cawapres karena bapaknya (Jokowi),” ucap Ikrar.
Ia menilai dinasti politik yang dikhawatirkan banyak pihak bukan persoalan utama. Sebab, menurutnya, problem utamanya adalah kapasitas dan kemampuan diri seorang pemimpin ketika berlaga memperebutkan kekuasaan dan menjalankan kebijakan yang mengayomi semua kalangan masyarakat.
Ia mengatakan, di Amerika Serikat (AS) juga terdapat dinasti politik. Ikrar mengambil contoh keluarga Kennedy yang menduduki berbagai jabatan publik yakni presiden, jaksa agung, senator, anggota dewan perwakilan, duta besar, walikota, sampai anggota dewan perwakilan di negara bagian.
Selain itu, Ikrar juga mencontohkan keluarga Bush, di mana ayah dan anak, George HW Bush dan George Walter Bush, sama-sama pernah menjadi presiden AS. Ia juga mencontohkan dinasti politik keluarga Clinton. Bill Clinton menjabat sebagai presiden ke-42 AS pada 1993 sampai 2001. Sedangkan sang istri, Hillary Clinton sempat menjabat sebagai senator dari New York (2001-2009), Menteri Luar Negeri AS (2009-2013), serta calon presiden dalam Pilpres AS 2016 karena kalah dari Donald Trump.
Menurut Ikrar, para tokoh politik di AS yang mempunyai anggota keluarga yang berkecimpung di dunia yang sama merupakan praktik dinasti politik. Namun, mereka tetap harus menempa karier politiknya dari bawah.
Ikrar menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi syarat batas usia minimal capres-cawapres dalam UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sangat politis demi kepentingan pihak tertentu.
“Politisasi MK itu kental sekali. MK sudah menjadi lembaga yang melakukan yudisialisasi terhadap hal-hal yang berbau politik. Dan jangan menyalahkan kalau orang mencurigai putusan ini ada kepentingannya Gibran,” papar Ikrar.
“Buat saya, keputusan MK bukan cuma kemunduran demokrasi, tapi itu tragedi bagi demokrasi kita,” lanjutnya. [wip]