(IslamToday ID) – Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri telah menerima laporan polisi terkait bocornya Rapat Musyawarah Hakim Mahkamah Konstitusi (RPH MK) tentang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) peserta Pemilu 2024.
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan pihaknya sudah menerima laporan tersebut pada tanggal 13 November dan sudah melakukan penyelidikan.
“Laporan sudah kami terima dan saat ini kami sedang melakukan penyelidikan,” kata Djuhandhani dilansir dari Antara, Jum’at (17/11/2023).
Jenderal polisi bintang satu itu menyebut sejak laporan diterima pihak telah melengkapi proses administrasi serta meminta klarifikasi kepada sejumlah saksi-saksi.
“Kami sudah melengkapi administrasi penyelidikan dan saat ini kami sudah mengklarifikasi lima orang saksi,” ucapnya.
Hingga kini, sambung Djuhandhani, pihaknya masih mempelajari perkara tersebut untuk menemukan peristiwa pidana-nya. “Kami sedang mempelajari perkara ini lebih lanjut,” ujarnya.
Untuk diketahui, Kasus kebocoran informasi Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) Mahkamah Konstitusi (MK) terkait putusan batas batas usia capres-cawapres dilaporkan ke Bareskrim Polri.
Laporan yang dilayangkan oleh Maydika Ramadani dari Pengacara Pembela Pilar Konstitusi (P3K) itu diterima dan terregister dengan nomor LP/B/356/XI/2023/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 8 November 2023.
Dalam laporannya, Maydika menilai telah terjadi pelanggaran pidana terhadap Pasal 112 KUHP tentang penyebaran informasi yang seharusnya dirahasiakan untuk kepentingan negara. Adapun pihak terlapor di kasus tersebut masih dalam penyelidikan.
Maydika berharap dengan adanya pelaporan tersebut pihak kepolisian dapat turun tangan dan menemukan pelaku kebocoran yang dimaksud oleh MKMK.
Menurutnya hal tersebut diperlukan agar tidak kembali terjadi kasus serupa di masa yang akan datang. Selain itu, ia menilai dengan ditemukannya pelaku yang membocorkan diharapkan bakal mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap MK.
“Diperlukan adanya tindakan dari aparat kepolisan untuk melakukan tindakan hukum sesuai dengan kewenangannya,” ujarnya.
“Serta agar dapat menimbulkan kembali keyakinan masyarakat Indonesia terhadap Lembaga Peradilan, khususnya dalam hal ini Mahkamah Konstitusi,” paparnya.(hzh)