(IslamToday ID) – Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) Hurriyah menilai sinyal dukungan yang diberikan ribuan perangkat dan kepala desa yang tergabung dalam Desa Bersatu kepada calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2, Gibran Rakabuming pada Ahad (19/11/2023), adalah bentuk mobilisasi dukungan.
“Aspirasi yang disampaikan oleh organisasi perangkat desa ini enggak sesuatu yang ujug-ujug muncul. Ada rangkaian peristiwa sebelum-sebelumnya, dan ini memperlihatkan betapa sebenarnya sedari awal pemerintah, khususnya presiden, memang berusaha memobilisasi dukungan dari perangkat desa,” kata Hurriyah, Senin (20/11/2023).
“Karena ada konflik kepentingan yang sangat besar ya, dari awal ini kan sudah kelihatan sebenarnya,” tambahnya dikutip dari Kompas.
Salah satu indikasi kuat adalah Jokowi beberapa kali duduk bareng organisasi perangkat desa ini. Pada pertemuan terakhir, Jokowi bahkan bersua dengan organisasi perangkat desa besutan Muhammad Asri Anas, Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI), di mana Anas menjadi anggota dewan penasihat.
Dalam pertemuan itu, Jokowi dan PPDI membahas mengenai peningkatan anggaran dana desa menjadi Rp 5 miliar per desa.
Hurriyah menilai, aspirasi kenaikan anggaran ini sangat rentan digunakan sebagai sarana kebijakan populis, cara-cara klise yang kerap dipakai elite untuk meraih simpati dan dukungan akar rumput.
“Apalagi kita tahu regulasi pemilu kita sangat-sangat lemah, celahnya begitu besar terbukanya. Aturan mengenai netralitas juga banyak celahnya, aturan mengenai kampanye juga banyak celahnya,” katanya.
Pada hari Ahad kemarin, Anas berperan sebagai Koordinator Nasional Desa Bersatu yang menaungi 8 organisasi perangkat desa untuk memberi dukungan terhadap Gibran. Kepada Gibran, Anas menyampaikan berbagai aspirasi seperti kenaikan dana desa hingga perbaikan tata kelola desa.
Anas mengklaim bahwa Gibran dan pasangannya, Prabowo Subianto, merupakan kandidat yang bersedia mengakomodir kepentingan perangkat desa sehingga layak didukung. Ia juga menyebut bahwa para perangkat desa sudah mengerti apa yang harus dilakukan dan dihindari, termasuk berkampanye secara terbuka, namun tak menutup kemungkinan kampanye di balik layar.
Untuk diketahui, Anas juga berstatus Ketua Majelis Pertimbangan Organisasi Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (MPO Apdesi) yang pernah menggencarkan isu perpanjangan masa jabatan Jokowi tahun lalu.
Hurriyah menilai, pertemuan Jokowi dengan organisasi perangkat daerah seperti ini tak lazim dan tidak bisa dianggap seperti pertemuan presiden dengan pemangku kepentingan terkait. Jika memang organisasi perangkat desa mempunyai aspirasi untuk kebijakan dan anggaran, maka sesuai hierarki dan ketatanegaraan, mereka seharusnya duduk bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan komisi terkait di DPR.
“Kenapa tidak bisa dilihat sebagai ini adalah bentuk ekspresi atau aspirasi, karena memang momentumnya kelihatan sekali sangat politis. Kita punya presiden petahana yang tidak bisa mencalonkan kembali,” kata Hurriyah.
“Tetapi kemudian kita lihat bagaimana manuver yang dilakukan oleh presiden, kok, kenapa di itu dua tahun terakhir, beliau justru malah aktif bertemu dengan relawan, bertemu dengan para perangkat desa, dan sebagainya. Dengan relawan saja, apa sih kira-kira kepentingannya? Relawan konteksnya adalah pada saat pemilu (sebelumnya) saja,” jelasnya.
Situasi ini dinilai merupakan wujud upaya Jokowi menjaga kepentingannya. Hurriyah menegaskan, ada banyak upaya di luar hukum yang bisa membuat kekuasaan dan pengaruh presiden bisa tetap berlanjut meski kepemimpinannya usai. [wip]