(IslamToday ID) – KPU RI tengah mempersiapkan format debat capres-cawapres yang akan digelar dalam waktu dekat.
Ketua KPU RI Hasyim Asyari mengatakan, pihaknya masih menggodok format debat yang ideal. Harapannya, debat yang disuguhkan nanti bisa berlangsung sehat dan rasional.
Selain itu, turunan dari tema yang ditentukan undang-undang juga sedang dirumuskan. Kemudian, KPU juga masih harus menentukan lokasi dan tanggal, ahli dan panelis, moderator, hingga penyiaran.
Untuk itu, pada Rabu (29/11/2023) ini, rencananya KPU akan menggelar rapat sekaligus meminta masukan dari akademisi, pemerintah, hingga organisasi masyarakat sipil. “Sorenya kita akan mengundang tim paslon membahas kampanye metode debat tersebut,” ujarnya dikutip dari Batampos.
Dengan adanya masukan para ahli dan peserta pemilu, diharapkan KPU bisa mengambil kebijakan yang partisipatif. Soal frekuensi debat, Hasyim menegaskan akan tetap berlangsung lima kali. Itu merujuk pada ketentuan pada UU 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Selama UU tersebut tidak direvisi, maka tidak akan ada perubahan.
Lantas, apakah dibolehkan jika ada capres atau cawapres yang tidak berkenan hadir? Hasyim tidak memberikan jawaban pasti. Ia hanya menegaskan, tidak ada dalam sejarahnya capres/cawapres absen dalam debat. “Semuanya punya itikad baik untuk hadir,” tegasnya.
Hasyim juga memastikan dalam pelaksanaan debat tidak akan ada pertanyaan yang bocor ke peserta. Meski demikian, ia meyakini semua peserta bisa memperkirakan. Sebab, tema sudah tersedia.
“Topik itu kan sudah ada di undang-undang, jadi semua calon, semua tim pasangan calon sudah bisa memprediksi kira-kira kalau topik ini apa saja,” katanya.
Sementara, pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Doni Gahral mengatakan, debat capres-cawapres harus betul-betul perdebatan yang berkualitas, yaitu ada pertengkaran pikiran. Bukan debat yang berisikan kampanye. “Kalau kampanye di forum lain saja. Debat harus ada pertengkaran pikiran,” jelasnya.
Misalnya, terkait program sosial yang akan dilakukan. Kandidat harus bisa menjelaskan secara detail terkait akurasi data, jumlah penerima manfaat, dan pos anggaran yang akan digunakan. Program itu didebat oleh kandidat lain.
Doni menjelaskan, kandidat harus ditanya sampai titik pengetahuannya yang paling jauh atau dalam. “Sebab, mereka adalah sosok yang akan memimpin negara, bukan memimpin kelurahan, desa, atau daerah. Jadi, pertanyaannya harus sedalam mungkin,” bebernya.
Dalam debat, lanjut Doni, kandidat jangan menyampaikan visi-misi, karena itu bersifat umum. Apalagi, visi-misi sudah disebar. Semua orang sudah membaca dan mengetahuinya. Yang perlu dijelaskan adalah bagaimana melaksanakan program yang ditawarkan secara teknis dan taktis.
Yang tidak kalah pentingnya, kandidat tidak boleh ad hominem, menyerang secara personal. Kandidat juga jangan sampai marah-marah ketika merespons pertanyaan. “Kalau seperti itu, maka dia sudah kalah langkah,” pungkasnya. [wip]