(IslamToday ID) – Akademisi dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun turut bersuara perihal perubahan skema debat capres-cawapres oleh KPU RI yang akhirnya menimbulkan polemik.
“KPU ini seperti kehilangan sensitivitas terhadap ambruknya atau ada pandangan negatif terhadap dirinya (KPU). Ini berbahaya KPU ini,” kata Ubed dalam sebuah dialog dikutip dari YouTube CNN Indonesia, Senin (4/12/2023).
Sebelumnya, KPU telah mendapat peringatan dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atas dugaan pelanggaran etik yang cukup berat.
Diduga KPU mengubah format debat paslon sehingga cawapres dapat selalu ditemani capres saat berdebat. Sementara format pemilu sebelumnya terdiri dari tiga kali debat bersama dan dua kali debat sendiri antar cawapres.
“Jadi kalau kemudian yang seharusnya adalah perdebatan antar-cawapres lalu harus didampingi oleh calon presiden, saya kira sudah menyalahi undang-undang,” ujarnya.
Ubed menegaskan perubahan ini secara terang-terangan mengotak-atik undang-undang yang tertulis jelas di pasal 277. Ia menambahkan pentingnya debat antar-cawapres untuk mengetahui gagasan dari sang calon tersebut.
“Jadi sebetulnya debat ini kan secara substansial sangat penting untuk mengetahui pikiran dari para calon wakil presiden itu,” tegasnya.
Namun, perubahan ini justru memicu keraguan atas kapabilitas dari cawapres. “Tapi kalau kemudian untuk berdebat saja harus ditemani oleh seorang presiden, bagaimana mungkin bisa kita percaya bahwa wakil presiden itu bisa mengambil keputusan-keputusan penting?” tandasnya.
Dalam dialog tersebut, Ubed juga diminta menanggapi alasan lain dibalik perubahan format debat capres-cawapres. Yakni dikatakan KPU bahwa debatnya tidak dihilangkan, tetapi secara waktu dibedakan.
Dengan tegas Ubed mengatakan itu hanya akal-akalan setelah mendapat kritikan dan teguran keras dari publik. “Itu akal-akalan lagi. Iya memang kan alasannya rencana awalnya dihilangkan ya kan, kemudian dikritik oleh banyak orang, lalu digeser tetap ada tapi ditemani oleh calon presiden, waktunya dibedakan, dan seterusnya. Itu kan akal-akalan saja,” tuturnya.
Ia menambahkan bahwa intinya KPU berupaya untuk menghindarkan debat total antar-cawapres. Dalam konteks ini, Ubed melihat rencana KPU itu dilandasi dengan conflict of interest yang merujuk pada salah satu paslon.
“Jadi kalau kita menggunakan analisis itu conflict of interest yang kita lihat dari peristiwa ini, maka siapa pihak yang dimaksudkan dalam kepentingan ini. Ya mau tidak mau kita harus melihatnya itu memang ada posisi cawapres yang secara kapasitas dibawah yang lain, misalnya kita sebutkan ya Gibran Rakabuming Raka,” tegasnya.
Lebih lanjut, Ubed menyerukan kepada seluruh akademisi agar memberikan teguran keras kepada KPU karena telah melanggar undang-undang. [res]