(IslamToday ID) – Pada tahun lalu analis sosial politik Ubedilah Badrun melaporkan dugaan tindak pidana korupsi yang boleh jadi melibatkan anak-anak Presiden Jokowi. Kendati KPK menerima laporan itu dengan baik, namun hingga kini belum diperoleh informasi lebih lanjut mengenai penanganannya.
Belakangan malah beredar kabar yang menyatakan kekisruhan di KPK yang berbuntut pemberhentian sementara terhadap Ketua KPK Firli Bahuri juga diwarnai antara lain oleh kemarahan Jokowi karena laporan itu tidak dipetieskan, melainkan dibiarkan mengambang.
Kini Gibran Rakabuming Raka yang merupakan salah seorang subjek di dalam laporan Ubedilah telah resmi menjadi calon wakil presiden (cawapres) yang berpasangan dengan Prabowo Subianto. Perjalanan Gibran ke kursi cawapres tidak sesulit yang dibayangkan.
Berbagai akrobat politik dan hukum telah dilakukan sebelumnya untuk melanggengkang jalan putra sulung Jokowi itu.
Dalam diskusi bertema “Korupsi dan Politik Dinasti Jokowi” yang disiarkan akun YouTube @HersubenoPoint, Kamis (7/12/2023), Ubed tidak dapat menyembunyikan kegeramannya atas praktik nepotisme ini.
“Dalam teori politik ini disebut autocratic legalism, jadi praktik otoriter bersembunyi di balik undang-undang,” kata Kepala Program Studi (Kaprodi) Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu.
Lanjut Ubed, praktik dinasti politik bukan hanya antara anak dan orang tua, namun bisa ke istri serta keluarga besarnya.
“Penelitian terakhir dalam politik dinasti ada kesimpulan dynastic democracy, bahwa dinasti yang bersembunyi di balik demokrasi dia ikut elektoral tapi sebetulnya yang ikut adalah anaknya, istrinya, keponakannya. Puncaknya ketika sang presiden beri karpet merah kepada anaknya, itu puncak satu proses autocratic legalism,” papar Ubed.
Itu sebabnya, Ubed berharap anak muda atau mahasiswa mampu lebih kritis dan menyuarakan pendapat terkait keadaan bangsa saat ini.
Sementara itu, Ketua BEM UGM, Gielbran Mohammad menilai pembiaran anak dan menantu Jokowi mengisi jabatan walikota dan ketua umum partai politik merupakan bentuk politik porno.
“Kalau teman-teman tahu saya sebut politik porno, Jokowi dan trah politik itu benar-benar tanpa malu. Secara vulgar melakukan segala cara untuk melanggengkan kekuasaan,” ucap Gielbran.
Cara ini, lanjut Gielbran, tentu akan merusak tatanan demokrasi yang ada. “Saya tidak benci Jokowi secara personal, saya benci Jokowi dan trah politik karena secara sistem politik, ideologis, mereka merusak sistem demokrasi,” tegas Gielbran.
Senada dengan Gielbran, Menko Sospol KM ITB Reno Suwono mengatakan, seharusnya generasi muda saat ini dipertontonkan oleh capres dan cawapres hal-hal yang mengedepankan gagasan serta visi misi. Bukan sebaliknya, menggunakan berbagai cara untuk mengisi kekosongan jabatan dengan menaruh anggota keluarganya.
“Seharusnya demokrasi diisi oleh ruang-ruang gagasan, visi misi, dan parpol harus berperan. Sangat tidak etis itu soal politik dinasti, kalau Anda lihat anaknya dimajukan cawapres, ada yang jadi walikota dan ketum parpol,” pungkas Reno. [wip]