(IslamToday ID) – Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah membeberkan bahwa sumber pendanaan pembangunan Ibukota Negara (IKN) Nusantara masih berasal dari APBN. Total anggaran yang digelontorkan hingga 2024 direncanakan sebanyak Rp 75,4 triliun.
Hal ini disampaikan Said menanggapi pendanaan IKN yang diperdebatkan antara calon wakil presiden (cawapres) Mahfud MD dan Gibran Rakabuming Raka dalam debat cawapres pada Jumat (22/12/2023) malam.
Mahfud menyatakan hingga sejauh ini belum ada investor swasta yang terlibat konkret dalam pembiayaan pembangunan IKN. Sementara, Gibran mengklaim sejumlah swasta telah ikut dalam pendanaan IKN seperti Mayapada dan Agung Sedayu.
“Dari hasil pengecekan data atas sumber pendanaan IKN yang saya lakukan, sejauh ini masih berasal dari APBN,” kata Said dalam keterangan tertulis, Sabtu (23/12/2023).
Menurutnya, pendanaan IKN bersumber dari APBN dan sumber lain yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sebagaimana yang diatur oleh UU No 3 Tahun 2022 tentang IKN. Pendanaan IKN bersumber dari tiga pihak, yakni APBN, pemanfaatan dan atau pemindahtanganan Barang Milik Negara (BMN), serta investasi swasta.
Jadi, kata Said, rencana total anggaran IKN sebesar Rp 466 triliun, maka dibagi menjadi tiga indikasi pendanaan, yaitu APBN sebesar Rp 90,4 triliun, badan usaha/swasta sebesar Rp 123,2 triliun, dan KPBU sebesar Rp 252,5 triliun.
“Realisasi APBN untuk IKN dimulai pada 2022 sebesar Rp 5,5 triliun, 2023 dianggarkan Rp 29,3 triliun, dan APBN 2024 rencana alokasi sebesar Rp 40,6 triliun. Jadi sampai 2024 nanti penggunaan APBN direncanakan sebesar Rp 75,4 triliun,” katanya dikutip dari Sindo News.
Said menjelaskan, hingga tahun depan alokasi anggaran melalui APBN sudah mencapai 16,1 persen, hampir mencapai 20 persen. Sebagaimana yang disampaikan Presiden Jokowi dan Gibran, target penggunaan APBN maksimal 20 persen untuk anggaran IKN.
Sejauh ini, menurut Said, belum ada realisasi kongkret kucuran investasi swasta atau yang bersumber dari BMN. Berita tentang adanya investasi sektor swasta sebesar Rp 45 triliun itu masih Letter of Intend (LoI), alias sebatas pernyataan komitmen yang belum mewujud dalam aksi investasi. Selain itu, skemanya juga model Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). “Lagi-lagi saya khawatir APBN juga nanti yang menanggungnya,” kata politisi PDIP ini.
Said mengatakan, IKN baru tiga tahun sejak diundangkan, sementara rencana penggunaan anggaran dari APBN sudah mencapai 16,1 persen, padahal IKN adalah proyek jangka panjang. Karena itu, sebaiknya pemerintah memiliki rencana aksi jangka panjang, tahap-setahap dengan pendanaan yang berimbang antara APBN, KPBU, dan swasta.
Said memahami kekhawatiran para pengusaha atas investasi di IKN. Pertama, saat ini tengah berlangsung pemilu, ada sejumlah kandidat capres yang berkomitmen meneruskan IKN, ada juga yang menolak. Hal ini tentu saja akan menjadi risiko investasi bagi pengusaha.
“Kami tegaskan pasangan Ganjar dan Mahfud berkomitmen akan meneruskan pembangunan IKN,” katanya.
Selain karena sudah menjadi perintah undang-undang, pembangunan IKN dimaksudkan untuk membagi beban Jakarta yang telah kelebihan kapasitas menanggung ruang hidup, baik sebagai ibukota negara dan pusat ekonomi secara layak.
Jakarta dianggap sudah tidak mampu menopang standar kehidupan lingkungan hidup yang sehat. Jakarta selalu dinobatkan sebagai kota dengan tingkat polutan besar dunia, bahkan beberapa kali menduduki peringkat kedua dunia. “Itulah sebabnya ibukota negara perlu dipindahkan, untuk mengurangi beban di Jakarta,” katanya.
Dalam meneruskan pembangunan IKN, kata Said, Ganjar-Mahfud akan lebih berhati-hati, prinsip partisipasi semua pihak, masyarakat, dan swasta harus menjadi yang utama, agar IKN tidak dimaknai sebagai pekerjaan pemerintah semata.
Untuk mengundang minat swasta terlibat dalam pendanaan IKN, akan fokus pada kerja sama pemanfaatan Barang Milik Negara (BMN) yang menjadi aset pemerintah pusat. Skema pemanfaatan BMN jauh lebih realistis mengajak swasta berpartisipasi membangun IKN, daripada meminta tabur uang ke IKN secara langsung. Jika mereka mau, tentu skema investasi langsung ke IKN akan jauh lebih baik.
“Lebih realistis melibatkan sektor swasta dalam pemanfaatan atau pemindahtanganan BMN yang ada di Jakarta dan sekitarnya, dan hasilnya untuk pendanaan IKN,” kata Said.
Menurutnya, Ganjar-Mahfud akan merevisi kebijakan pemberian Hak Guna Usaha (HGU) atas tanah di IKN yang mencapai 190 tahun, meskipun diberikan secara bertahap. Konsesi ini sangat tidak adil, khususnya bagi generasi mendatang yang seharusnya memiliki hak yang sama.
“PDI Perjuangan sejalan dengan Prof Mahfud MD, perlunya menjadikan tanah sebagai ruang keadilan. Pemberian HGU 190 tahun di IKN itu akan kita evaluasi,” pungkasnya. [wip]