(IslamToday ID) – Sejumlah pengamat atau analis merespons janji calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka soal hilirisasi digital. Mereka secara jujur mengaku tidak mengerti dengan maksud hilirisasi digital yang dikatakan oleh putra Presiden Jokowi tersebut.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Izzudin Al Farras Adha misalnya. Ia mengatakan tidak ada istilah hilirisasi digital dalam dunia akademik. “Saya tidak tahu karena tidak ada istilah hilirisasi digital di dalam berbagai literatur akademik maupun dokumen laporan terkait,” katanya dikutip dari CNN Indonesia, Senin (25/12/2023).
Karena itu, ia mengatakan yang sebaiknya menjelaskan pengertian hilirisasi digital ala Gibran adalah tim sukses Prabowo-Gibran.
Segendang sepenarian dengan Izzudin, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda mengaku heran dengan istilah hilirisasi digital ala Gibran tersebut. Ia menyebut apa yang disampaikan Gibran tidaklah jelas.
Ia mengatakan hilirisasi digital kemungkinan hanya diucapkan Gibran untuk kepentingan kampanye semata.
“Hilirisasi digital itu program yang tidak jelas, tidak terarah, hanya untuk strategi kampanye menyasar pemilih yang terkesima dengan jargon-jargon hilirisasi dan digital. Tapi jadi bahan tertawaan masyarakat lainnya,” katanya.
Nailul menjelaskan hilirisasi biasanya proses pengolahan bahan baku atau raw material menjadi barang yang memiliki nilai tambah tinggi.
“Apa yang mau dihilirisasi dari digital? Teknologinya, manusianya, atau apa? Ini dari digital apa yang raw material? Nilai tambahnya dimana?” katanya.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira juga mengatakan hilirisasi yang disampaikan Gibran agak rancu karena digital merupakan jasa, bukan barang industri atau komoditas.
Padahal terminologi hilirisasi, kata Bhima, biasanya melekat pada penciptaan nilai tambah pada sektor berbasis komoditas atau industri.
“Kalau yang dimaksud Gibran seperti AI kemudian blockchain dan web3 itu lebih tepatnya inovasi digital. Maksudnya mungkin pengembangan digitalisasi karena saat ini sudah sampai pada tahap web4 dimana teknologi internet tidak hanya terdesentralisasi tapi juga tersebar luas,” jelas Bhima.
Sementara itu, Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, Budiman Sudjatmiko mengatakan hilirisasi digital yang disampaikan Gibran dimaknai dalam dua hal. Pertama, hilirisasi digital sebagai bentuk pembangunan ekosistem digital atau digitalisasi rantai pasok.
“Dari hulu sampai hilir berupa produk alat teknologi atau technological devices seperti laptop, smartphone, komputer personal untuk berbagai sektor industri,” katanya.
Artinya, sambung Budiman, membangun ekonomi digital tidak cukup hanya pengembangan aplikasi saja tetapi juga mempersiapkan infrastruktur jaringan atau konektivitas internet serta membangun industri perangkat digitalnya pula.
Pengembangan hilirisasi digital dengan pendekatan ekosistem itu, katanya, sering diistilahkan dengan Device, Network and Application (DNA).
“Sumber daya apa yang dibangun dalam ekosistem ini dan bernilai tambah tinggi? Data. Karena itu tepat sekali ketika Mas Gibran juga mengingatkan pentingnya membangun sistem Cyber Security dan Cyber Defense saat bicara ekonomi digital, karena pada akhirnya, data dan pengolahan data secara digital (dengan menggunakan teknologi AI atau Blockchain) yang memiliki nilai tambah ekonomi terbesar,” katanya.
Pemaknaan kedua terkait hilirisasi digital, kata Budiman, adalah melakukan digitalisasi secara intensif dalam suatu rantai pasok industri. Hal itu terkait potensi teknologi digital untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam proses industri di semua lini.
“Sebagai contoh untuk rantai pasok pangan, maka hilirisasi digital dimaknai dengan penerapan teknologi digital sejak pengembangan pupuk dan bibit unggul, proses produksi melalui IOT Smartfarming, digitalisasi logistik dan distribusi, digitalisasi pengolahan hasil pertanian hingga pengembangan e-commerce sektor pangan,” katanya.
Budiman mengatakan hilirisasi digital telah diterapkan di China dan Amerika Serikat (AS). China, katanya, membangun ekonomi digitalnya dengan lengkap mulai dari teknologi chips, industri perangkat digital, teknologi internet, hingga pengembangan aplikasi-aplikasi berbasis AI yang sangat canggih.
Sementara di AS, memiliki kapasitas teknologi yang kuat di pengembangan teknologi chips, perangkat digital dan teknologi satelit. “Kedua negara tersebut kemudian dengan mudah melakukan digitalisasi di berbagai sektor industrinya,” kata Budiman. [wip]