(IslamToday ID) – Isu miring kembali menerpa calon wakil presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka. Kali ini Gibran gencar diserang dengan slogan “Solo Bukan Gibran.”
Pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti menilai apabila fenomena ini terus berlanjut maka akan berpengaruh terhadap eksistensi Gibran.
“Belakangan ini paslon nomor 2 memang mengalami guncangan-guncangan yang cukup tinggi. Saya beri contoh misalnya ada gerakan dari rakyat bawah, misalnya ‘Solo Bukan Gibran’ dan itu kalau gaungnya menggelinding, bagai bola salju,” kata Ikrar dikutip dari YouTube Metro TV, Rabu (3/1/2024).
“Bukan hanya di Solo, kemudian Jawa Tengah, kemudian juga kita tahu di kalangan kampus, anak muda yang tergabung dalam BEM di Gajah Mada, UI, atau di berbagai daerah yang lain itu juga mulai semakin kritis. Ada yang mengatakan kami akan bergerak dan sebagainya. Ini yang kemudian mungkin dikhawatirkan menimbulkan gerakan bukan anti Prabowo tapi anti Gibran,” lanjutnya.
Pergerakan ini, menurut Ikrar, mengalami perubahan yang semula menyerang Prabowo kini berubah menjadi serangan terhadap Gibran.
“Kalau selama ini kan gerakannya dari masyarakat sipil pembela HAM banyak ke paslon nomor 2 tapi calon presidennya, tapi belakangan ini dari anak-anak muda justru bergeser ke calon wakil presiden dari paslon nomor 2,” tuturnya.
Dengan adanya perubahan ini ia melihat ada kekhawatiran yang ditunjukkan Presiden Jokowi, sehingga menjadikan presiden tidak netral.
“Anda bisa lihat dalam iklan-iklan di salah satu partai politik, beliau (Jokowi) muncul dengan mengatakan partai politik ini akan menang dan ini adalah partainya dia dan sebagainya,” ungkapnya.
Sehingga dirinya menduga ada deal-deal politik yang dilakukan Jokowi untuk memenangkan paslon nomor 2 dalam Pemilu 2024. Dugaan tersebut diperkuat saat Jokowi mengundang kepala desa ke Istana Negara baru-baru ini.
“Jadi di Istana hari Jumat lalu (29/12/2023), ini tentunya yang kita khawatirkan. Itu adalah satu tukar guling, bargaining antara mungkin kepala-kepala desa yang dulu tuntuntannya menginginkan agar masa jabatan kepala desa ditingkatkan menjadi sembilan tahun mungkin akan dipenuhi, tapi dengan alasan kalau bisa memenangkan pasangan nomor urut 2,” urainya.
Bila deal politik yang dilakukan Jokowi dengan kepala desa benar terbukti, maka Ikrar menilai tindakan tersebut membahayakan masa depan bangsa Indonesia.
“Penggunaan kepala desa sebagai ujung tombak dari kampanye pemenangan salah satu paslon begitu masif dan jelas. Melebihi tahun 2019 yang pada saat itu kepala desa hanya digunakan sebagai kepanjangan tangan dari negara untuk membagikan bantuan sosial,” pungkasnya. [ran]