(IslamToday ID) – Permintaan Presiden Jokowi kepada KPU untuk mengubah format debat capres-cawapres dianggap pengamat politik Rocky Gerung sebagai bentuk kecemasan. Kecemasan akan kekalahan yang akan dihadapi oleh kubu pasangan Prabowo-Gibran.
“Jokowi benar-benar panik, dan kepanikan itu terbaca dari kegelisahan dia sendiri, sehingga tidak sadar dia menempatkan diri sebagai politisi yang menginginkan supaya format debat diubah. Padahal dia seharusnya negarawan dalam keadaan ini. Dia bahkan tidak boleh mengabdi jadi presiden,” kata Rocky dikutip dari YouTube Rocky Gerung Official, Rabu (10/1/2024).
Permintaan Jokowi itu, sebut Rocky, untuk sang putra, Gibran Rakabuming Raka. “Demi Gibran, demi 02 karena Jokowi berpihak pada 02. Intinya dia ingin format debat diubah supaya 02 tidak terpojok,” jelasnya.
Namun, tampaknya upaya yang dilakukan Jokowi tidak memberikan hasil signifikan karena saat ini masyarakat tinggal menunggu hasil debat yang sisa dua kali.
“Hari-hari terakhir ini orang tinggal menunggu hasil debat. Kalau kecenderungan personal masing-masing sudah punya market. Anies sudah punya pendukung konservatif, Ganjar begitu, Prabowo begitu, tinggal orang menunggu diferensiasinya soal ide. Itu hanya bisa muncul dalam debat,” paparnya.
Ketakutan Jokowi, kata Rocky, justru berubahnya dukungan terhadap Gibran. Menurutnya, dukungan terhadap Gibran terlihat dari sinisme publik dalam bentuk mengolok-olok Gibran dan melecehkan keluarganya.
“Jadi mengubah format debat juga tidak ada gunanya karena sudah terbentuk di kepala orang bahwa Gibran itu cuma diselundupkan untuk memperpanjang masa jabatan Pak Jokowi,” jelasnya.
Bagaiman pun juga ini tetap soal etik. “Moral ini tetap menjadi satu-satunya ukuran. Orang tetap menganggap tidak beretik Jokowi menaruh Gibran di situ (cawapres). Tidak beretik Jokowi berupaya untuk mengubah format debat hanya karena Gibran masih ada debat lagi.”
Kegagalan Jokowi selanjutnya, ungkap Rocky, karena tidak mampu menjaga suara para pemilih milenial.
“Milenial merupakan potensi untuk digarap. (tapi) Dia (Jokowi) tidak pernah paham bahwa milenial itu mudah untuk memilih isu dan dengan mudah pindah isu. Ini nggak dirawat dan memang tidak bisa dirawat. Bagi mereka (milenial) pragmatisme itu jauh lebih menguntungkan daripada feodalisme, daripada dinastikal. Keadaan ini yang tidak pernah dibaca oleh Jokowi,” tutupnya. [ran]