(IslamToday ID) – Akademisi Sukidi Mulyadi menilai saat ini kondisi Indonesia sebagai sebuah negara republik roboh karena hukum yang notabene sebagai fondasi sudah tidak lagi dihargai.
“Yang terjadi pada Indonesia hari-hari ini adalah robohnya negara republik. Republik kita sedang roboh karena negara republik fondasinya adalah aturan hukum, dan hukum telah diinjak-injak di bawah ketiak kekuasaan,” kata Sukidi dikutip dari YouTube Media Indonesia, Selasa (16/1/2024).
“Pertama, karena itu supremasi hukum yang telah dirobohkan dengan penegakan kekuasaan itu menandai bahwa republik yang seharusnya bersandar pada hukum telah roboh,” imbuh akademisi Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini.
Kedua, robohnya negara republik juga tercermin dari bagaimana penyelenggaraan pemilu yang tidak lebih dari topeng demokrasi elektoral. Sebenarnya demokrasi mengalami pembunuhan secara perlahan.
“Ketidaknetralan aparat hanya menjadi satu indikasi, tapi bukti yang lebih konkret adalah bagaimana kebijakan negara yang punya inklusi dan universal mengalami transformasi yang begitu personal,” lanjutnya.
Dalam demokrasi, katanya, ada norma tidak tertulis yang mensyaratkan setiap pemimpin, setiap orang, setiap kompetitor, harus menjiwai untuk tidak mengintervensi lembaga-lembaga lain, bukan sebaliknya.
“Ketiadaan untuk mengendalikan spirit dari intervensi, dari politik cawe-cawe inilah penanda republik ini roboh,” katanya lagi.
Dengan banyaknya intrik yang terjadi, Sukidi melihat bahwa sekarang ini negara tidak dikelola dengan spirit yang telah diteladankan oleh pendahulunya.
“Pendiri republik mengelola negara dengan spirit integritas, dengan etos integritas. Yang terjadi hari-hari ini adalah nengara dikelola dengan devisit integritas. Ini tercermin dari ketiadaan rasa malu selamanya ketika terjadi penyelewengan yang dilakukan atas nama negara dan rakyat,” jelasnya.
Penyelewengan yang dimaksud adalah manipulasi hukum, pengabaian etika, merobek demokrasi seperti kriminal demokrasi.
Sukidi lantas menegaskan yang terjadi di Indonesia selama ini bukanlah transisi otoritarianisme ke demokrasi. “Dalam konteks kita yang sebenarnya terjadi adalah transisi dari otoritarianisme Soeharto ke arah demokrasi kriminal,” tuturnya. [ran]