(IslamToday ID) – Guru Besar yang juga Kepala Pusat Bio Teknologi IPB Prof Dwi Andreas Santosa menilai keputusan pemerintah mengimpor beras pada tahun 2023 sebesar 3,06 juta ton merupakan keputusan serampangan. Menurutnya, jumlah impor beras tahun 2023 itu meningkat 600 persen dibanding 2022.
“Kalau terkait impor berdasarkan data itu merupakan keputusan yang serampangan dan tanpa dasar, tanpa data, tanpa perhitungan, karena keputusan impor sudah diambil di akhir tahun 2022 pada Desember untuk mengatasi kebutuhan beras pada saat itu,” kata Andeas dikutip dari YouTube Media Indonesia, Kamis (18/1/2024).
“Tiba-tiba di bulam Maret 2023 diputuskan lagi impor 2 juta ton dengan tahun 2022 ada sisa impor 2,3 juta ton. Kembali impor pada bulan Juli sehingga ada impor 3,3 juta ton,” lanjutnya.
Ia mengatakan, asumsi dasar (untuk impor) hanya satu bahwa Indonesia akan mengalami El Nino pada saat itu sehingga kekeringan dan produksi akan turun drastis. Pada kenyataannya jumlah penurunan tidak lebih dari 7 persen.
“Dari hasil rilis BPS penurunan produksi beras 2023 hanya 650.000 ton, padahal sudah impor 3,3 juta ton, berarti sudah sangat berlebihan keputusan impor tersebut,” ujarnya.
Andrea mengatakan hingga awal tahun 2024 belum semua beras yang diimpor masuk ke Indonesia, sebagian bahkan belum diketahui sampai di mana perjalanannya.
“Kalau berdasarkan keputusan impor belum (sampai), karena dari 3,06 juta ton sebagian milik swasta. Pemerintah yang sudah masuk 2,7 juta ton. Kalau total 3,3 juta ton berarti masih ada 600.000 entah di mana, di perjalanan atau bagaimana,” paparnya.
Dirinya mengatakan bahwa sepanjang 25 tahun, pada 2023 merupakan tahun dengan jumlah impor beras terbesar. “Seharusnya tahun lalu 1 juta ton saja sudah cukup, soalnya penurunan produksi hanya 650.000,” ucapnya.
Sementara untuk tahun 2024 juga disebut ada ketidaksesuaian juga karena Indonesia sudah meneken kontrak dengan Thailand sebanyak 2 juta ton pada Desember 2023 dan ditambah menjadi 3 juta ton pada Januari ini.
“Kontrak 2 juta ton dengan Thailand dan India 1 juta ton. Ini sama sekali gak masuk akal, tentu ini akan menghantam petani,” pungkasnya. [ran]