(IslamToday ID) – Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto menilai penguatan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang digagas capres-cawapres dalam upaya mengatasi korupsi bukan sebuah terobosan baru.
“Kalau konteksnya soal penyelenggara negara harus akuntabel terkait kepemilikan harta kekayaan itu bukan hal yang baru, karena itu sudah diatur sejak tahun 1999,” kata Agus dikutip dari YouTube METRO TV, Kamis (18/1/2024).
“Persoalannya sekarang adalah kepatuhan terhadap LHKPN itu masih sangat rendah terutama di DPR. Dan kelemahannya di UU No 28 Tahun 1999 ini tidak mengatur tentang sanksi bagi penyelenggara negara yangtidak melaporkan LHKPN. Ini yang menjadi tantangan buat masyarakat dan KPK yang selama ini menerima laporan harta kekayaan tersebut,” paparnya.
Menurutnya, dari permasalahan tersebut nantinya dari ketiga capres-cawapres yang menang agar mampu mendorong KPK untuk membuat sebuah instrumen yang bisa menelaah secara otomatis potensi risiko kepemilikian harta yang sudah dilaporkan oleh para penyelenggara negara.
“Tapi sebagai pintu masuk untuk melakukan pencegahan terhadap korupsi menurut saya LHKPN sudah cukup, tapi memang harus ada penguatan-penguatan terhadap kepatuhan, terutama bagi penyelenggara negara. Kalau bisa diintegrasikan dengan pelaporan pajak,” ucapnya.
Mengenai komitmen paslon nomor 1 yang ingin mengembalikan marwah KPK dengan merevisi UU KPK dan memiskinkan koruptor, Agus melihat ada kemungkinan untuk dapat diwujudkan.
“Kalau memang paslon nomor 1 jadi dan itu akan direalisasikan, menurut saya sangat mungkin karena sudah disepakati oleh semua calon bahwa pemberantasan korupsi harus dimulai dari pimpinan.”
Revisi UU KPK, lanjutnya, yang terjadi tahun 2019 dimulai dari Istana. “Jadi kalaupun nanti dikembalikan lagi, diperkuat kembali KPK dengan UU yang baru, dimulai lagi dari Istana menurut saya itu sangat-sangat mungkin terjadi,” ucapnya.
Selain itu, yang dapat dilakukan Anies Baswedan, kata Agus, adalah mengkonsolidasikan partai-partai pendukungnya karena tanpa adanya dukungan dari DPR rencana pengembalian marwah KPK juga tidak dapat berjalan. [ran]