(IslamToday ID) – Ekonom Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menjelaskan secara detail arti dari greenflation (inflasi hijau) dan pengaruhnya di masyarakat. Kata greenflation ramai diperbincangkan setelah muncul dalam debat cawapres pada Ahad (21/1/2024) malam.
“Greenflation ini merujuk pada kenaikan harga barang secara umum akibat perpindahan ke energi yang lebih bersih. Memang konteks dari greenflation ini terjadi di negara-negara maju, karena bauran energi terbarukannya tinggi,” kata Bhima dikutip dari YouTube Liputan6, Selasa (23/1/2024).
Greenflation, katanya, salah satunya terjadi di Perancis yang merupakan negara maju, sementara kalau di Indonesia belum mengalami.
“Bauran data terbarukan kita hanya 12 persen dan targetnya juga kurang di tahun 2030. Jadi kita berbeda konteks dibanding negara-negara maju yang baurannya lebih besar untuk energi bersih, baru akan terlihat pengaruhnya pada harga-harga barang,” paparnya.
“Secara sederhana penjelasan greenflation itu seperti ini, kalau kita mematikan PLTU batu bara kira-kira tarif listrik di masyarakat semakin mahal atau murah? Kalau semakin mahal berarti terjadi greenflation,” jelasnya.
Bhima menjelaskan perbedaan antara greenflation dengan ekonomi hijau.
“Perbedaan antara ekonomi hijau dengan greenflation adalah sebab dan akibat. Sebabnya adalah kita mendorong ekonomi yang lebih bersih. Maka menyebabkan ekses negatif yang harus dimitigasi (upaya mengurangi risiko). Salah satunya adalah kenaikan harga di tingkat produsen hingga konsumen. Itu yang disebut greenflation,” terangnya.
Pada kesempatan itu, ia juga menyoroti kebijakan yang diambil Menko Marves yang mewacanakan akan menaikkan pajak bagi kendaraan bermotor.
“Sebenarnya kendaraan yang basisnya BBM atau energi fosil itu asalkan digeser subsidinya dari BBM misalnya, pertalite atau solar digeser ke transportasi publik dengan angka yang sama, maka tidak terjadi yang namanya greenflation, karena sebenarnya masyarakat hanya mengubah perilaku saja. Ini yang menyebabkan harga tidak mengalami perubahan,” tuturnya.
Namun yang perlu diperhatikan adalah justru ketika subsidi BBM-nya dicabut secara ekstrem termasuk kendaraan bermotornya dibebani pajak tinggi sementara alternatifnya tidak ada, bisa menciptakan greeflation.
“Yang perlu diwaspadai Indonesia saat ini bukan greenflation, tapi justru fosilflation. Fosilflation adalah naik turunnya harga suatu barang itu karena harga minyak dunia atau energi fosil mengalami tekanan, kenaikan. Perang di Timur Tengah misalnya, itu bisa menaikkan harga BBM di Indonesia sehingga inflasi di dalam negerinya meningkat, petani jual gabah lebih mahal, beras jadi mahal. Itu yang harus diwaspadai dalam kurun lima tahun ke depan,” pungkasnya. [ran]