(IslamToday ID) – Mundurnya Mahfud MD sebagai Menko Polhukam merupakan momen yang paling banyak dinantikan oleh masyarakat. Hal itu diungkapkan oleh pengamat Politik Adi Prayitno.
“Yang membuat Mahfud MD mundur saya kira banyak hal. Pertama, Mahfud ingin menghindari conflict of interest sebagai pejabat publik. Sebagai menteri tentu Mahfud itu mau dituding sebagai pejabat yang menggunakan fasilitas negara untuk melakukan kampanye dan aktivitas politik,” jelas Adi dikutip dari YouTube CNN Indonesia, Kamis (1/2/2024).
Kedua, katanya, mundurnya Mahfud merupakan suatu tanggung jawab moral yang disampaikannya kepada publik.
“Sebagai sosok yang suka mengkritik fenomena politik dan hukum, tentu dengan menggundurkan diri supaya bisa mengekspose, memberi masukan-masukan kritik terbuka terkait kondisi bangsa saat ini,” ucapnya.
Alasan selanjutnya, sambung Adi, ada kemungkinan Mahfud MD sudah tidak nyaman berada di dalam kabinet Jokowi.
“Mungkin dia sudah lama gak nyaman dan gak happy karena mungkin sudah mulai dianggap anak tiri di kabinetnya sendiri. Mahfud ini apapun judulnya meneterinya Pak Jokowi yang saya kira punya kesempatan maju di 2024, tapi Pak Mahfud ini nyaris tidak pernah mendapatkan endorsmen dan dukungan dari presiden. Bahkan presiden lebih condong memberikan dukungan pada paslon 02,” paparnya.
Alasan ketiga itulah yang menurut Adi merupakan alasan tepat mengapa Mahfud MD memutuskan untuk mundur.
“Bahkan ada yang menambahkan poin empat. Ini sebagai bentuk delegasi Mahfud terkait dengan netralitas presiden di Pilpres 2024 yang lebih condong ke 02 dibanding Ganjar-Mahfud,” ucapnya.
Namun, dengan mundurnya Mahfud dari kabinet secara otomatis dia akan kehilangan kemewahan sebagai pejabat publik yang dengan bebas mengakses sumber daya politik untuk melakukan kampanye.
“Tapi pada saat yang bersamaan banyak publik yang mengapresiasi ini sebagai bentuk integritas, sebagai bentuk penegakan etik yang selalu disampaikan oleh Pak Mahfud,” ujar Adi.
Mestinya apa yang dilakukan Mahfud juga dilakukan oleh menteri-menteri lain, kata Adi, yang jelas-jelas sudah mendukung dan punya preferensi yang terang-terangan terhadap paslon tertentu.
“Ini yang sepertinya etik kenegarawanan, etik berpolitik. Terkait dengan pejabat publik mestinya menjadikan Mahfud ini menjadi trigger bahwa Mahfud bisa dijadikan contoh bahwa politik di 2024 bukan soal kalah menang, tapi juga terkait etik pejabat publik itu penting untuk ditegakkan,” pungkasnya. [ran]