(IslamToday ID) – Guru Besar Psikologi UGM Prof Koentjoro mengatakan perubahan sikap Jokowi belakangan ini lantaran kesalahan dari masyarakat sendiri yang terlalu berekspektasi terlalu tinggi terhadap pribadi seorang presiden.
“Yang salah kita, karena kita telah mendewakan Pak Jokowi. Pak Jokowi dianggap sebagai seseorang yang lugu, seseorang yang dianggap tidak ada milik, sederhana. Tetapi ketika dia punya keinginan, dorongan, bisa jadi ada provokator, barangkali dia punya keinginan yang lain akhirnya dia berubah,” kata Koentjoro dikutip dari YouTube Kanal Anak Bangsa, Jumat (2/2/2024).
Perubahan sikap Jokowi, katanya, sudah mulai terlihat sejak mantan Walikota Solo itu mulai memperlihatkan pilihannya ke Prabowo Subianto, tetapi masih memberikan dukungan kepada Ganjar Pranowo.
“Di situ dia sudah mulai bergeser tidak jelas. Sekarang yang tidak jelas itu, dia itu melupakan teori representasi sosial. Pak Jokowi itu bukan Pak Jokowi pribadi yang tunggal, tapi juga bapaknya Gibran, sehingga ketika kampanye menggunakan fasilitas negara,” tuturnya.
Hal itulah yang akhirnya mendorong ketidaksukaan masyarakat terhadap perilaku Jokowi, terlebih dengan menggunakan bantuan sosial (bansos) yang sejatinya memang hak rakyat tetapi justru digunakan sebagai alat politisasi.
“Inilah yang kemudian diprotes. Kita tidak suka dengan cara-cara yang tidak adil, cara-cara kasar. Apalagi kemudian kalau kita mendengar dari timnya adanya pembelaan-pembelaan yang tidak nalar, pembenaran-pembenaran apalagi dengan pembodohan,” tuturnya.
Pembodohan yang dimaksud adalah dengan menaikkan harga-harga kebutuhan pokok hingga menjadikan kepanikan di masyarakat.
“Kemudian turun bantuan. Bantuannya ditingkatkan jadi tiga bulan. Akhirnya mereka jadi dewa penolong. Ini yang menurut kami tidak baik,” ucap Koentjoro.
Tak berhenti sampai di situ, perilaku penyimpangan yang dilakukan Jokowi juga terlihat ketika dirinya menyatakan bahwa presiden boleh berkampanye.
“Itu kan juga pembodohan terhadap masyarakat, warga negara. Karena itu hanya dibaca sepotong-sepotong. Lalu apa gunanya kita kampanye yang tujuannya mendidik masyarakat, tapi di satu sisi melakukan pembodohan. Apakah ini artinya presiden gagal mencerdaskan kehidupan bangsa?” ucapnya. [ran]