(IslamToday ID) – Mantan Komisioner KPK Laode M Syarif menilai pembagian bantuan sosial (bansos) yang dilakukan Presiden Jokowi menjelang pemilu 14 Febuari mendatang sarat akan kepentingan politik.
“Saya ketika di KPK waktu itu bersepakat dengan pemerintah bahwa bantuan sosial itu harus diberikan by name by address, karena banyak sekali penyelewengan bansos di zaman dulu dan sekarang. Akhir-akhir ini yang terjadi justru dihambur-hamburkan tanpa memperhatikan itu (data yang ada),” kata Laode dikutip dari YouTube METRO TV, Rabu (7/2/2024).
Ia menjelaskan, karena tidak sesuai dengan data yang dimiliki oleh Kementerian Sosial, maka yang saat ini dibagikan bukan merupakan bansos, tetapi lebih ke konflik kepentingan yang mengarah pada korupsi.
“Berarti itu bukan bantuan sosial. Itu adalah kampanye yang terselubung bantuan sosial. Hal seperti ini sangat dekat dengan konflik kepentingan,” tuturnya.
“Ini bukan bantuan sosial murni, ini adalah konflik kepentingan. Karena ini konflik kepentingan, maka itu adalah akar dari korupsi,” lanjutnya.
Menurut Laode, apabila benar bansos yang dibagikan benar-benar sesuai dengan program yang selama ini telah berjalan, seharusnya diberikan sesuai dengan nama dan alamat. Bukan diberikan atau dibagikan secara acak.
Bansos juga seharusnya disalurkan oleh kementerian yang bersangkutan, bukan oleh presiden secara langsung.
“Siapa yang biasanya menyalurkan bansos, bansos itu dilakukan oleh Kementerian Sosial sesuai dengan tata kelola pemerintahan yang baik. Bansos harus diberikan kepada orang yang berhak mendapatkan, bukan diberikan kepada semua orang,” tuturnya.
Diberikannya bansos kepada semua pihak, bahkan bukan yang membutuhkan, tutur Laode, justru dapat menambah beban pengeluaran bagi negara.
“Masa zaman Covid-19 dengan zaman sekarang jumlah bansosnya sama atau bahkan lebih tinggi. Kan ini aneh. Memangnya jumlah rakyat Indonesia miskin itu berapa untuk mendapatkan bansos?” ucapnya.
Sementara untuk tambahan dana bansos yang diambilkan dari dana kementerian-kementerian sebesar 5 persen, diakui Laode, tidak lazim dilakukan.
“Sangat-sangat tidak lazim. Pengaturan anggaran itu bisa dilakukan misalkan dalam bencana. Sekarang kan gak ada wabah, gak ada bencana gunung meletus (juga). Gak ada banjir bandang. Berarti makin jelas ini, bansos ini akhirnya dipakai untuk alat politik. Kalau mau tegas ini bisa menimbulkan kerugian negara,” tutupnya. [ran]