(IslamToday ID) – Pakar Sosiologi Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun menilai yang dilakukan aparat dengan meminta para rektor untuk membuat video berisi testimoni positif terhadap pemerintahan Presiden Jokowi sebagai kekerasan verbal.
Para rektor yang mendapat perintah tersebut adalah Rektor Unika Soegidjapranata Semarang dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
“Kita harus melihat peristiwa ini lebih rasional bahwa intimidasi atau kekerasan tidak hanya dimaknai sebagai kekerasan fisik. Tetapi juga bisa kekerasan verbal,” kata Ubed dari YouTube CNN Indonesia, Kamis (8/2/2024).
Kekerasan verbal ini, katanya, efek psikologisnya jadi bagian dari kekerasan.
“Misalnya ada seorang rektor yang dihubungi oleh aparat diminta (membuat video testemoni) berarti ada sebuah proses nalar yang bekerja tidak natural dari seorang rektor. Dia disuruh. Sesuatu yang dilakukan tidak secara alamiah bisa dimaksudkan sebagai kekerasan verbal,” ucapnya memberi contoh.
Ubed lantas mengatakan Rektor Unika dan Atma Jaya terancam secara psikologis lantaran tidak mau berbicara.
“Karena ketika perintah dari aparat tidak ditunaikan maka memungkinkan mereka akan terus ditanya. Meski bertanya secara halus. Itu bisa bermakna kekerasan verbal,” ujarnya.
Meski, lanjutnya, apa yang disuarakan kampus akhir-akhir ini merupakan tindakan yang natural, sah-sah saja. Namun permasalahannya yang mendukung pememrintah itu bukan atas dasar kesadaran pribadi. Hal itu yang menjadi problematika.
“Sebetulnya suara-suara kritis dari kampus itu sudah lama semenjak pemerintahan ini berkuasa dari 2014 itu sudah banyak tapi sifatnya individual. Intelektual publik tapi di akhir-akhir ini menjadi kesadaran politik karena memuncak persoalannya,” terangnya.
Semua, kata Ubed, bermula dari keputusan MK (meloloskan Gibran Rakabuming jadi cawapres) dinilai oleh MKMK sebagai tindakan melanggar etika berat.
“Ditambah lagi dengan DKPP memutuskan Ketua KPU juga melakukan tindakan pelanggaran etik. Itu sebenarnya yang membuat kesadaran para guru besar, kalau tidak ada peristiwa itu kemungkinan besar para profesor tidak akan bersuara,” pungkasnya. [ran]