(IslamToday ID) – Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Islah Bahrawi atau yang akrab disapa Cak Islah mengatakan Presiden Jokowi mengibaratkan dirinya sebagai berhala yang harus disembah. Lantaran Jokowi terlalu percaya diri bahwa rakyat Indonesia sangat mencintainya.
Hal itulah, menurutnya, yang melatarbelakangi adanya perubahan sikap Jokowi di akhir pemerintahannya.
“Perasaan-perasaan itu mungkin Pak Jokowi terlalu percaya diri, sehingga ketika berbuat apapun mereka akan memaklumi. Sehingga apa yang kita lihat hari-hari ini adalah Pak Jokowi tidak seperti yang dulu,” kata Cak Islah dikutip dari YouTube Abraham Samad Speak Up, Rabu (14/2/2024).
Ia lantas menyebutkan perubahan sikap yang dialami Jokowi. Perubahan tersebut tidak hanya soal materi, tapi juga persoalan moral dan ambisi kekuasaan yang ingin dilanggengkan.
“Semua orang mengalami itu. Banyak penguasa yang awalnya mengalami popularitas yang luar biasa karena dia egaliter, betul-betul menjadi negarawan. Tapi di ujungnya dia juga ingin mengawetkan kekuasaan pada akhirnya. Di saat itulah outside dan pelanggaran itu terjadi,” sambungnya.
Meski demikian, Cak Islah tidak dapat memastikan apakah sifat yang saat ini ditunjukkan Jokowi memang sikap aslinya atau muncul belakangan.
“Kita tidak tahu apakah ini (sikap Jokowi) sejak dulu, tapi dia berpura-pura juga kita tidak tahu. Yang kita lihat belakangan ini betul-betul brutal, ugal-ugalan, dan seolah-olah dia menempatkan earbud di kedua telinganya sehingga tidak mendengar apapun,” sambungnya.
Itu terlihat dari Jokowi yang tidak mau mendengar masukan dari akademisi, tapi justru dituduh memiliki orientasi tertentu.
“Meski bukan Pak Jokowi yang bicara seperti itu tapi Moeldoko, Bahlil bicara seperti itu. Ini kan delegasi-delegasi yang merepresentasikan Pak Jokowi. Pak Jokowi lupa padahal dulu didukung kalangan akademisi, budayawan, dan masyarakat sipil,” tuturnya.
Salah satu kesalahan besar yang dilakukan Jokowi, kata Cak Islah, adalah melangkahi moral. Dan itu dapat diruntuhkan oleh kekuatan reformasi yang dilakukan rakyat secara tiba-tiba dan tidak terstruktur.
“Kalau dia tidak melangkahi moral kita lain cerita, tapi kalau kita berbicara moral maka yang terjadi adalah keruntuhan kekuasaan yang tadinya kita anggap tidak akan runtuh,” tuturnya.
Ia lantas mencontohkan kekuasaan dari para pemimpin dunia yang akhirnya runtuh karena melakukan kejahatan moral.
“Kita lihat mulai dari Napoleon, Hitler, Idi Amin, Qadafi, Saddam Husein. Ini kan sebenarnya pelanggaran-pelanggaran moral yang sudah terlalu brutal sehingga gerakan batin yang tidak perlu dirancang, dia datang sendiri,” tutupnya. [ran]