(IslamToday ID) – Sosiolog Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Robertus Robet mengatakan hasil Pemilu 2024 tidaklah mengejutkan, mengingat realita yang ada dan jadi perdebatan selama ini. Namun, permasalahan mulai muncul ketika moral dan etika diabaikan.
“Kalau saya sebetulnya tidak terlalu tegang, karena kalau dilihat di atas kertas dengan pendekatan yang sedikit realisme politik. Pemilu ini sudah bisa kita perkirakan siapa yang akan menang,” kata Robet dikutip dari YouTube Tempodotco, Kamis (15/2/2024).
“Melihat infrastruktur yang bermain untuk masing-masing paslon ini siapa saja, apa saja. Dengan melihat ekonomi dan industrialisasi pemilu seperti apa, bisnisnya seperti apa, kelompok bisnis apa yang ada di situ sudah kelihatan. Dari segi itu sudah bisa diduga bahkan tanpa sebuah survei sekali pun,” paparnya.
Namun pemilu kali ini menjadi tidak biasa karena persoalan mulai muncul ketika etika dan moral diabaikan.
“Kita menghendaki perpolitikan yang tidak semata-mata dasarnya adalah naked power. Di situlah kita ngomong tentang etika, nilai, ide-ide, prinsip di dalam berpolitik. Di situ kita berhadapan dengan persoalan,” tuturnya.
Yang menjadi dilema, lanjutnya, persoalan etika dan moral dalam berpolitik selalu berulang di mana moral dan etika hanya menjadi bahasan level bawah. Parahnya kondisi ini terjadi tidak hanya di Indonesia.
“Ini lucu ketika kita ngomong moral dan etika dalam politik itu ada kondisi yang parsial. Kalau orang lagi di bawah dia minta moral tapi ketika dia di atas menolak moral. Selalu begitu dalam setiap proses pemilu, selalu begitu kecenderungannya. Di situ problemnya,” ungkapnya.
Ia lantas mencontohkan hal serupa yang saat ini sedang terjadi di Thailand yang persoalannya lebih kompeks dari yang dialami Indonesia. “Tapi untungnya di Thailand civil society-nya lebih kuat, kalau kita pakai perbandingan dengan Thailand,” ujarnya.
“Harapan kita dengan melihat kenyataan ini akhirnya semua pihak mestinya belajar. Semua elite dan organisasi perpolitikan yang ada di kita ini mestinya mengerti bahwa pentingnya satu keyakinan bahwa politik itu dasarnya semata-mata pada naked power karena suatu saat kamu yang akan menjadi korban. Ke depan demokrasi Indonesia itu mesti menghasilkan kesepakatan baru, (salah satunya) etika di dalam politik,” ujarnya. [ran]