(IslamToday ID) – Pengamat politik Ahmad Khoirul Umam mengatakan hasil Pilpres 2024 memiliki efek kejut bagi semua pihak, termasuk bagi kubu 02 yang saat ini masih menduduki posisi teratas hasil perhitungan suara cepat (quick count).
“Bagi 02 ini sebuah capaian, bagi kubu 01 dan 03 ini (hasil hitung cepat) dianggap sebuah penegasan sekaligus rekonfirmasi terhadap ketakutan, kekhawatiran, dan dugaan yang selama ini mereka sampaikan akan terjadi, sebuah pelanggaran pemilu yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Itu disampaikan dalam kurun waktu yang cukup lama di kubu 01 dan 03,” kata Umam dikutip dari YouTube Zulfan Lindan Unpacking Indonesia, Ahad (18/2/2024).
Untuk merespons dugaan kecurangan yang dapat dilakukan oleh kudu 01 dan 03 hanya ada dua pilihan, menerima atau menolak dengan perlawanan.
“Kalau mereka terima maka konsekuensinya kubu 01 dan 03 seolah memberikan pengakuan bahwa tentang potensi dan dugaan pelanggaran pemilu yang TSM ternyata oke-oke saja dan mereka seolah-olah menoleransi itu,” paparnya.
Tapi, kalau akhirnya kubu 01 dan 03 menolak hasil Pilpres, sebut Umam, jalan perlawanannya hanya ada satu yakni maju ke MK.
“Pertanyaannya apa 01 dan 03 percaya terhadap kredibilitas MK atau tidak, yang selama empat bulan terakhir MK menjadi bulan-bulanan karena memutuskan peraturan nomor 90. Kemudian untuk membuktikan adanya kecurangan yang TSM, maka harus mendapatkan dan menghadirkan bukti yang tersebar di 50 persen wilayah provinsi di Indonesia,” terangnya.
Sementara, lanjut Umam, waktu yang dimiliki untuk membuktikan adanya kecurangan TSM hanya 35 hari setelah hari pemungutan suara. Ia lantas meyakini apabila semangat perjuangan perlawanan yang diajukan kubu 01 dan 03 tidak cukup kuat, sehingga besar kemungkinan terjadi perpecahan.
“Bagaimana menyikapi itu? Dengan gap yang sangat signifikan saya tidak yakin moril perlawanan yang dimiliki partai-partai terutama di kubu 01 dan 03 akan memiliki moril perjuangan dan juga spirit perlawanan yang kuat. Besar kemungkinan mereka akan membuka ruang negosiasi dan kompromi.”
Terlebih lagi karakter partai-partai politik di Indonesia tidak memiliki spirit dan siap berhadap-hadapan dengan kekuasaan. Mereka tidak siap berpuasa dari kekuasaan. Sehingga dalam rentan waktu hingga pelantikan capres-cawapres pada Oktober 2024 mereka akan lobi-lobi untuk memastikan mereka selamat dan berada di pangkuan kekuasaan,” pungkasnya. [ran]