(IslamToday ID) – Pakar hukum tata negara Feri Amsari membongkar data real pemenang Pilpres 2024. Menurutnya, kecurangan ini tidak berlangsung semalam tetapi sudah dirancang selama puluhan bulan, bahkan sudah 2-3 tahun belakangan.
“Asas yang diterapkan memang ada langsung, umum, bebas, rahasia tapi asas lain tidak dilaksanakan, yakni jujur dan adil. Dari hulu sampai hilir terjadi kecurangan. Sebelum pencoblosan, saat pencoblosan, dan saat pengimputan data. Faktanya memang kita tidak bisa menghitung apakah pemilu ini dilaksakan dengan jujur dan adil,” kata Feri dikutip dari YouTube Abraham Samad Speek Up, Senin (19/2/2024).
Ia lantas membeberkan bentuk kecurangan yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu dan menduga KPU terlibat dalam pemenangan salah satu paslon tertentu.
“Satu TPS maksimumnya 300 (pemilih), ini ada capres yang dapat 800, 600, itu kan tidak masuk akal. Itu sudah memperlihatkan betapa curangnya. Lalu sistem KPU ketika diinput datanya 800 kepada capres tertentu seharusnya menolak, karena tidak sesuai dengan konsep. Artinya KPU membuat logaritma yang membuat kecurangan pemilu terjadi. Sehingga ketika input data meledaklah suara 02. Secara psikologi politik dia dikatakan menang padahal itu multiple kecurangan,” ungkapnya.
“Jangan-jangan KPU terlibat menyengajakan ini (kecurangan) untuk sengaja seseorang dinyatakan menang. Itu sebabnya KPU tidak pernah berani membuka sistem IT-nya untuk dilakukan upaya check and richeck semacam IT forensik untuk mengaudit itu,” lanjutnya.
Maraknya kecurangan yang terjadi membuat Feri mengaku enggan menerima hasil perhitungan suara yang nantinya akan dirilis oleh KPU.
“Saya pribadi sulit menerima. Bagaiman proses yang selama bertahun-tahun tidak punya masalah tidak diperbaiki sampai hari ini. Dan kita baru tahu betapa rusaknya sistem KPU di hari H,” ujarnya kecewa.
Yang lebih menyecewakan, kata Feri, KPU seolah-oleh justru mengikuti data quick count bukan data sebenarnya dari TPS.
“Saya tidak bisa menerima data ini karena yang ditipu bukan saya sendiri, tetapi jutaan masyarakat Indonesia sedang ditipu. Dipertontonkan proses penyelenggaraan pemilu yang buruk dan tidak profesional,” tuturnya.
Feri juga menyanyangkan sikap KPU yang membiarkan salah satu paslon mendeklarasikan kemenangan, padahal belum dilakukan pengumuman secara resmi.
“Ketika KPU membiarkan salah satu pasangan calon berdeklarasi padahal dari versi quick count bukan versi resmi, itu selain terburu-buru mengesankan penyelenggara tidak mengingatkan peserta, padahal punya kewenangan. Seharusnya dia (KPU) bisa mengingatkan,” ujarnya. [ran]