(IslamToday ID) – Mantan Komisioner KPU Putu Artha turut menanggapi lamanya proses penghitungan suara. Bahkan beberapa waktu lalu KPU sempat menghentikan sementara proses rekapitulasi penghitungan suara di tingkat kecamatan. Melihat hal itu, dengan tegas Putu mengatakan ada kecurangan.
“Ini pasti ada permainan di bawah. Ini yang kita sebut dengan delete time. Jadi praktik kotor ini begini jalan ceritanya, ketika ada (suara) yang tidak diunggah tentu akan ada pengubahan C1 plane yang ada di kota-kota itu dengan berbagai skenario dan itu melibatkan PPK dan oknum-oknum di bawah yang sangat mungkin masif terjadi karena uang miliaran akan beredar di bawah,” kata Putu dikutip dari METRO TV, Jumat (1/3/2024).
Kecurangan ini, lanjutnya, tidak lepas dari praktik suap kepada oknum-oknum yang terlibat dalam penyelenggaraan pemilu di tingkat bawah.
“Ketika semua kena suap sedemikian rupa sehingga hasil C1 plano yang sudah diubah, apakah saksi-saksinya dibayar puluhan juta kemudian diunggah? Ini kan hasilnya jadi berbeda dengan real di TPS,” tuturnya.
Maka tidak heran apabila kecurangan terjadi secara masif. Lantaran banyak pihak yang berlomba-lomba untuk mendapatkan dan mempertahankan kedudukannya dengan berbagai cara.
“Inilah yang sekarang dinamikanya yang saya amati di lapangan dari tempat ke tempat. Suasana itu sangat masif terjadi, orang sedang berkejar-kejaran untuk bisa mempertahankan kursinya. Hampir di setiap level terjadi. Ini baru bicara soal DPR RI. Jangan tanya DPD yang tidak punya saksi yang akan sangat dahsyat dinamika itu terjadi,” paparnya.
Menurut Putu, agar proses rekapitulasi yang saat ini sedang berjalan tidak terus menerus ditengarai terdapat kecurangan, hal yang dapat dilakukan KPU adalah dengan sesegera mungkin menyelesaikan rekapitulasi suara.
“Kata kuncinya adalah agar KPU punya prestasi bagus membersihkan seluruh kecurigaan orang, penyelenggara minggu ini harusnya 100 persen. Sirekap itu di semua level harus sudah masuk. Apapun caranya, bagaimanapun usahanya, harus dilakukan. Hanya itu cara membersihkan kecurigaan orang dari transparansi itu,” ujarnya.
Sementara disinggung mengenai adanya pembiaran yang dilakukan oleh komisioner KPU terhadap kesalahan Sirekap, Putu memiliki dua anggapan.
“Pertama, kalau dia (KPU) tidak terlibat langsung dalam proses ini maka yang kedua adalah kontrol yang sangat lambat. Kalau tidak ada unsur kesengajaan, human error. Katakanlah tujuh orang ini memiliki konflik kepentingan terhadap salah satu paslon, partai misalnya. Dan itu sangat mungkin kecurigaan itu,” kata Putu.
“Masih segar ingatan kita bagaimana proses verifikasi partai politik yang beberapa partai sengaja diloloskan. Tentu saya ingin mengatakan bahwa tujuh komisioner KPU tidak serta merta ingin cuci tangan dari proses itu. Artinya ada konflik di situ, ada interest di situ. Ada potensi penyelenggara juga tidak mandiri. Dalam kasus rekap hari ini kecurigaan yang sama juga mungkin terjadi. Bahwa teman-teman KPU dianggap ikut bermain dalam kasus ini,” tegasnya. [ran]