(IslamToday ID) – Mantan Ketua Bawaslu Muhammad menilai dalih KPU yang mengatakan banyak masalah yang terjadi dalam proses penghitungan suara membuat rekapitulasi nasional terancam molor harus dibuktikan.
“Penilaian atas semua yang disampaikan KPU itu harus diuji, jadi tidak hanya berupa statement tetapi harus berupa penilaian yang dilakukan tidak hanya oleh KPU tetapi juga dari pengawasan Bawaslu dan pengawasan dari masyarakat sipil. Apakah alasan penundaan oleh KPU masuk akal atau tidak,” kata Muhammad seperti dikutip dari YouTube METRO TV, Rabu (13/3/2024).
Meski KPU merupakan lembaga resmi penyelenggara pemilu, namun bukan berarti bisa bekerja tanpa pengawasan. Bila benar ditemukan kejangganalan atau ketidaksesuaian, ia mengatakan seharusnya KPU mau membuka diri untuk dilakukan koreksi.
Dengan adanya kondisi seperti saat ini, lanjutnya, seharusnya menjadi peran penting Bawaslu sebagai lembaga pengawas seperti yang tercantum dalam UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
“Memberi mandat kepada Bawaslu dan jajarannya untuk melakukan pengawasan terhadap tahapan yang dilakukan KPU. Jadi setiap rekapitulasi suara atau hasil pelanggaran Bawaslu itu wajib didengarkan oleh KPU dan oleh peserta pemilu. Apa yang sudah dilakukan oleh Bawaslu harus disampaikan dalam rekapitulasi tersebut,” bebernya.
Molornya hasil penghitungan suara di tingkat kabupaten, menurut pengamatan Muhammad, timbul lantaran adanya kemoloran terlebih dahulu di tingkat kecamatan.
“Saya memperhatikan di sejumlah tempat petugas-petugas PPK itu tidak menyelesaikan komplain yang ada di tingkat rekapitulasi kecamatan. Istilah saya, petugas-petugas PPK itu menabung masalah. Seharusnya stap komplain di tingkat rekapitulasi kecamatan itu, diselesaikan oleh PPK, jangan dibiarkan. Ini menjadi bola salju,” terangnya.
Dampaknya kalau masalah tersebut tidak selesai di tingkat kabupaten, maka akan naik lagi ke tingkat pusat. Padahal, menurut UU Pemilu proses penghitungan suara harus selesai dalam waktu 35 hari.
“Mau tidak mau KPU harus menyelesaikannya, kalau tidak KPU melanggar undang-undang dan itu berpotensi hasil pemilu bersoal (bermasalah). Kalau hasil tidak diumumkan tanggal 20 Maret akan menimbulkan masalah baru, selain problem kegaduhan politik tentu masyarakat tidak akan percaya lagi terhadap hasil,” pungkasnya. [ran]