(IslamToday ID) – Pengamat politik Yunarto Wijaya mengatakan wacana agar Presiden Jokowi dijadikan sebagai ketua koalisi partai politik pendukung Prabowo-Gibran sebagai upaya merendahkan presiden terpilih yakni Prabowo Subianto.
“Kalau orang sudah tidak bisa, anaknya harus ada, mantunya harus ada. Energi kita akan habis dalam pro kontra seperti itu. Dan ketika kita berbicara harus menempatkan Pak Jokowi dalam bentuk apapun, ketua koalisi atau yang lain-lain. Menurut saya yang terjadi ini upaya untuk merendahkan presiden terpilih,” kata Yunarto dikutip dari YouTube KOMPASTV, Kamis (14/3/2024).
Diusulkannya Jokowi sebagai ketua koalisi juga dinilai memperlihatkan seakan-akan Prabowo bahkan Gibran tidak memiliki kemampuan untuk memajukan dan mengembangkan Indonesia.
“Konteks quick count kita anggaplah (pemenangnya) Pak Prabowo dengan Mas Gibran, seakan-akan ada rasa tidak percaya bahwa Pak Prabowo tidak bisa melanjutkan legacy Jokowi. Bahkan ketidakpercayaan seakan-akan juga terjadi pada Mas Gibran, kalau tidak ada ayahnya seakan-akan dia tidak bisa mendampingi Pak Prabowo memberikan pembangunan berkelanjutan,” paparnya.
“Jadi dalam konteks itu kasihan Pak Prabowo, sudah terpilih oleh rakyat langsung jangan jadikan Pak Prabowo petugas Pak Jokowi. Jangan juga jadikan Gibran sebagai petugas Jokowi. Berikan marwah sebagai presiden terpilih dalam sistem presidensial sebagaimana dia bekerja,” tuturnya lagi.
Sehingga apabila sekarang muncul ide atau wacana untuk menjadikan Jokowi sebagai ketua koalisi yang terdiri dari partai-partai nasional, menurutnya, hal itu tidak bisa dilakukan.
“Ketika berbicara menjadi ketua koalisi besar apalagi contohnya barisan nasional. Barisan nasional itu sistem parlementer yang memang mengenal koalisi, termasuk koalisi besar. Jadi tidak ada fondasi aturan perundang-undangan yang bisa menempatkan Pak Jokowi menjadi ketua koalisi besar,” jelas Yunarto.
Ia lantas menganggap adanya wacana untuk menjadikan Jokowi sebagai ketua koalisi besar merupakan upaya penjerumusan
“Pak Jokowi seakan-akan dijorokkan untuk menempatkan Pak Prabowo untuk menjadi devided government istilahnya dalam sistem presidensial, tapi dalam konteks yang lebih kecil devided executive bahwa di situ seakan-akan ada matahari kembar, bahkan tiga matahari kembar. Di situ ada Prabowo, ada Gibran yang mewakili Jokowi, bahkan ada Jokowi tetap ingin ditempatkan di atas partai yang seakan-akan bisa mengatur presiden dan wakil presiden,” pungkasnya. [ran]