(IslamToday ID) – Pakar hukum tata negara Feri Amsari mengatakan gugatan pembuktian kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) bisa juga dilakukan di Mahkamah Konstitusi (MK) meski secara undang-undang itu ranahnya Bawaslu.
“Kalau bicara gambaran proses TSM memang undang-undang sudah membatasi itu di Bawaslu dan sementara perselisihan hasil ada di MK. Tapi kalau mau dicermati baik-baik kehendak UU Pemilu dan UUD, MK tidak sekedar menjaga C hasil, tugasnya menjaga konstitusi. Menurut Pasal 21 E UUD disebutkan ada asas pemilu luber dan jurdil dan dilaksanakan lima tahun sekali. Asas yang paling penting itu bicara jujur dan adil,” kata Feri dikutip dari YouTube Kompas TV Sukabumi, Rabu (20/3/2024).
Sementara, jujur dan adil itu tidak bisa dihitung dengan angka-angka. Feri juga mengatakan pemilu di mana saja dalam konteks keilmuan tidak hanya bicara hasil, tetapi juga proses.
“Baik proses itu dilakukan dengan jujur dan adil atau proses yang kemudian dianggap sebagai kealpaan atau kesalahan manusia. MK tidak semata-mata bicara hasil, tetapi juga proses seperti yang kita kenal dengan pelanggaran TSM,” jelasnya.
Dan yang perlu diingat, kata Feri, meski ranah antara MK dan Bawaslu telah disepakati dan diatur oleh pemerintah dan DPR melalui undang-undang, namun ini bisa saja diubah.
“Tapi harus diingat DPR dan pemerintah sudah mengakali bahwa itu akan dibentuk pemisahan, MK ruangnya adalah perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU), sementara Bawaslu proses. Tapi diingat MK juga yang bisa mengubah undang-undang,” ucapnya.
Sehingga ketika ada kubu paslon yang ingin melakukan gugatan terhadap penyelenggaraan maupun hasil pemilu, menurut Feri, bisa melakukan gugatan secara proses maupun hasil ke MK.
“Sedari awal sejak 2004 memang MK tidak pernah memenangkan orang yang dinyatakan menang oleh KPU, tapi perlu diingat tujuan MK dibentuk itu untuk mengubah hasil apabila kubu yang menggugat bisa membuktikan adanya TSM,” pungkasnya. [wip]