(IslamToday ID) – Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DIY menyatakan ada hasil positif dari pertemuan mereka dengan pimpinan Jamaah Masjid Aolia, Raden Ibnu Hajar Pranolo alias Mbah Benu di Gunungkidul.
Pertemuan ini dilakukan pasca Idul Fitri versi Jamaah Masjid Aolia pada Jumat (5/4/2024), jauh lebih awal dari lebaran pemerintah maupun Muhammadiyah yang diprediksi pada Rabu (10/4/2024).
“Alhamdulillah, silaturrahim klarifikasi dan mitigasi Mbah Ibnu Hajar berjalan lancar,” kata Ketua Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBM NU) DIY Fajar Abdul Bashir dikutip dari CNN Indonesia, Selasa (9/4/2024).
Dari pertemuan ini, Fajar melihat Mbah Benu adalah sosok terbuka dan mudah diajak berkomunikasi. Tak sulit baginya untuk menerima masukan.
Akan tetapi, katanya, keyakinan “kontak” dengan Allah itu belum bisa hilang 100 persen dan perlu sering dimitigasi supaya bisa kembali ke syariat secara utuh.
“Meskipun agak sulit menjelaskan, karena selain faktor usia, juga karena sudah berkurang pendengarannya, Alhamdulillah Mbah Ibnu Hajar sudah mulai taslim. Saya menilai tidak cukup satu atau dua kali, tapi perlu beberapa kali menjelaskan,” tuturnya.
Jika keyakinan Mbah Benu ini nantinya memang sulit dihilangkan, Fajar menyarankan agar hal itu cukup untuk kepentingan pribadi dan tak perlu mengajak masyarakat lain.
Fajar juga menyarankan kepada Mbah Benu manakala ada masyarakat yang masih bingung agar mengikuti ketetapan NU dan pemerintah, bukannya menuruti ijtihad “kontak batin” tadi.
“Dan Alhamdulillah Mbah Ibnu Hajar menyepakati hal-hal ini. Untuk hal-hal lain, kami tidak menemukan kejanggalan, seperti salat, zikir yang dibaca, dan syariat lainnya masih sama sebagaimana syariat pada umumnya,” ungkap Fajar.
Fajar pun mengungkap alasan Mbah Benu menetapkan awal dan akhir Ramadan hingga selisih lima hari dari umat Islam lainnya.
Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, penetapan awal dan akhir Ramadan jemaah Aolia itu didasarkan pada “kontak batin” dengan Allah. “Yang mana dia telah mengatakan wushul (sampai) kepada Allah,” kata Fajar.
Menurutnya, wushul ilallah atau capaian spiritual menempuh jalan ilahi didapat Mbah Benu ketika ziarah ke makam Syech Jumadul Kubro tanggal 21 November 2021.
“Jadi, sejak itu dia selalu melakukan ‘kontak’ dengan Allah setiap ada tamu yang akan meminta nasihat. Setelah Mbah Ibnu klarifikasi, kita menyimpulkan bahwa ada masalah yang mukholifussyar’i tentang masalah wushul atau ‘kontak’ dengan Allah,” ungkapnya.
Kepada Mbah Benu, Fajar menerangkan metodologi penentuan awal dan akhir bulan Ramadan sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya. Beberapa dalil ia cuplik dari Al-Quran maupun hadits.
Fajar menjelaskan wushul ilallah merupakan haq, sesuatu yang benar, akan tetapi tetap tidak bisa lepas dari syariat. Menurut dia, orang yang mengaku wushul ilallah tapi lepas dari syariat tak ubahnya layangan putus.
Fajar mencontohkan Rasulullah Muhammad SAW adalah seorang Nabi sekaligus Rasul dan tak ada orang yang wushul-nya melebihi capaiannya.
Dalam menentukan awal dan akhir bulan, Nabi Muhammad tak melakukan kontak batin dengan Allah SWT, melainkan meminta para sahabatnya melakukan rukyatul hilal atau pemantauan kondisi Bulan untuk menentukan awal Ramadhan hingga Syawal.
“Nabi perintah melihat hilal itu merupakan wahyu dari Allah. Artinya, penetapan awal dan akhir bulan (hijriyah) melalui ru’yatul hilal itu merupakan wahyu dari Allah. Sebab apa yang dilakukan Nabi Muhammad baik perkataan, perbuatan, maupun diamnya, merupakan wahyu,” terangnya. [wip]