(IslamToday ID) – Ahli hukum tata negara Feri Amsari merespons wacana penambahan pos kementerian di pemerintahan Prabowo-Gibran menjadi 40. Sebelumnya, nomenklatur kementerian di kabinet Jokowi-Ma’ruf saat ini adalah 34. Rinciannya, empat menteri koordinator (Menko) dan 30 menteri bidang.
“Ya ada problematika kalau mau ditambahkan kementerian, selain kabinet berjalan tidak efektif karena terlalu banyak hal yang harus dipenuhi, terutama kepentingan partai politik koalisi. Penambahan itu tidak berbasis penelitian kebutuhan kabinet dan kebutuhan publik dilayani oleh berbagai kementerian,” kata Feri, Selasa (7/5/2024).
Ia menjelaskan, catatan dari Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas menunjukkan seharusnya jumlah kabinet itu diperkecil. Kajian itu sudah disampaikan pada 2014.
“Kami mengusulkan dari 2014 bahwa hanya akan ada 26 menteri. Jadi kementeriannya tidak diganggu 34 agar kemudian tidak ada problematika administratif seperti era Presiden Gus Dur karena berubah nama kementerian, ada perombakan sana-sini nomenklaturnya, itu menimbulkan biaya tinggi juga,” jelas Feri dikutip dari Kumparan.
Oleh sebab itu, diusulkan pada 2014 jumlah kementerian tetap 34 namun jumlah menteri hanya 26 orang. Feri menyebut, ada satu menteri yang akan memimpin dua atau sampai tiga kementerian.
“Agar kementerian yang mempunyai kedekatan objek layanan atau urusan kementerian itu dapat maksimal bekerja sama satu sama lain dalam melayani publik,” ucap akademisi Universitas Andalas, Padang ini.
Ia menekankan, menambah jumlah kementerian bukan solusi, justru sebaliknya akan membuat situasi pemerintahan semakin rumit.
“Kalau akan menambahkannya, akan menambah rumit, masing-masing menteri punya kepentingan dan akhirnya urusan-urusan yang harusnya bisa diselesaikan dengan kerja sama para menteri akhirnya tidak berjalan dengan baik,” ungkap Feri.
“Jadi tren di dalam pemerintahan presidensial yang efektif, bukan jumlah kabinet diperbanyak tapi harusnya diperkecil,” lanjutnya.
Feri lantas memberi contoh bagaimana pemerintahan di Amerika Serikat (AS) yang juga menganut sistem presidensial seperti Indonesia. Jumlah kementerian di sana hanya 13 dan pemerintahan tetap berjalan efektif.
“Contoh di presidensial di Amerika misalnya, yang paling masuk akal ya 13 kementerian. Padahal dapat dilihat layanan mereka jumlahnya luar biasa, daratannya jauh lebih luas penduduknya jauh lebih banyak,” ucap Feri.
Maka dari itu, ia menilai wacana penambahan nomenklatur kementerian jelas merupakan sarana Prabowo untuk bagi-bagi kekuasaan.
“Jadi kalau kita sandingkan dengan mau menambahkan kementerian menjadi 40, jelas ini hanya bagi-bagi kekuasaan, bagi-bagi kue politik tanpa diupayakan supaya menjadi kabinet yang melayani publik,” pungkasnya. [wip]