(IslamToday ID) – Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini menolak untuk menghadiri undangan dari pemerintah daerah yang membahas data penerima bantuan sosial (bansos) di hotel. Hal itu disampaikan Risma di hadapan kepala Dinas Sosial se-Indonesia yang hadir lewat zoom meeting, Rabu (8/5/2024).
Awalnya, Risma menyinggung ada pemerintah daerah yang mengeluh tidak mendapatkan anggaran tambahan untuk rapat pembahasan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
“Teman-teman dari daerah dari Dinas Sosial ada yang menyampaikan, ‘Karena Kemensos enggak kasih uang DAU (Dana Alokasi Umum) untuk musyawarah kelurahan dan musyawarah desa’. Mohon maaf teman-teman, kami, uang kita pun terbatas,” kata Risma dikutip dari Risma.
Ia kemudian menyebut yang terpenting adalah output dari rapat tersebut dan tidak harus di tempat mewah. Risma menegaskan tak akan datang jika ada daerah yang mengundangnya membahas DTKS dengan memesan tempat di hotel.
“Yang perlu kita lakukan adalah yang penting outputnya, kita tidak harus, kalau teman-teman daerah ngundang kami di Kemensos acara bahas fakir miskin di hotel, pasti kami tidak datang,” ucapnya.
Politikus PDIP ini menyebut sejak menjadi Mensos, ia telah menetapkan tak ada acara yang diselenggarakan di hotel, apalagi membahas soal fakir miskin yang menerima bansos. Ia kemudian bercerita pernah rapat di bawah pohon untuk membahas DTKS ini.
“Bahkan saya kalau di daerah saya ajarkan, saya rapat di bawah pohon, saya rapat di rumah warga, apa yang salah? Yang paling penting adalah keputusan itu,” tandasnya.
Risma juga meminta agar data penerima bantuan sosial ditetapkan setiap bulan untuk menghindari penyimpangan data dengan fakta lapangan.
Risma mengatakan, perintah undang-undang menyarankan agar pembaruan data dilakukan dua kali dalam setahun, namun ia merasa waktu tersebut terlalu panjang untuk merespons perubahan data di lapangan.
“Makanya saya menetapkan SK tiap bulan, karena di undang-undang sebenarnya diamanatkan dua kali dalam setahun, namun karena terlalu banyak deviasi (penyimpangan),” katanya.
Risma memberikan gambaran, banyak penerima bantuan sosial tiba-tiba berubah statusnya dalam hitungan jam, bahkan menit. Ketika SK data penerima bansos ditandatangani, 5 menit kemudian ada kemungkinan penerima bansos yang telah diverifikasi meninggal dunia.
“Saat ini misalkan saya tanda tangani hari ini, jam ini, 5 menit kemudian ada yang meninggal, data berubah. Satu bulan (saja) deviasinya cukup besar, apalagi 6 bulan,” tutur Risma.
Risma juga menyebutkan, pembaruan data penerima bansos ini telah disepakati oleh berbagai elemen termasuk dari lembaga pengawas dan penegak hukum.
“Jadi karena itu kita tetap di kesepakatan awal. Kita buat kesepakatan bahwa usulan itu tiap bulan. Di sini kami melibatkan Satgasus dan KPK untuk membahas mekanisme pengusulannya,” tandasnya. [wip]