(IslamToday ID) – Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro mempertanyakan perihal signifikansi dan relevansi dari rencana penambahan jumlah kementerian dari 34 menjadi 40 dengan efisiensi dan efektivitas kinerja pemerintahan.
Apalagi, menurutnya, Indonesia sudah melaksanakan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sejak tahun 2001. Sehingga menjadi tidak relevan jika penambahan kementerian dikaitkan dengan efektivitas dan efisiensi kinerja.
“Sebetulnya banyak yang sudah didaerahkan. Lalu, apa relevansi dan signifikansinya birokrasi di pusat ini digelembungkan?” kata Siti dikutip dari Kompas, Jumat (10/5/2024).
Kemudian, ia juga mengatakan pemerintah sudah memiliki grand design reformasi birokrasi nasional 2010-2025 dengan target Indonesia masuk ke birokrasi kelas dunia. Dengan bertambahnya kementerian, Siti berpandangan tidak sejalan dengan semangat reformasi birokrasi dan targetnya.
“Bagaimana kalau birokrasi kelas dunia cuma diisi oleh besarnya struktur. Jadi kaya struktur, tapi tidak kaya fungsi,” kata Siti.
Oleh karena itu, ia menilai wacana penambahan kementerian lebih kental dengan konteks politiknya. Terutama apabila dikaitkan dengan keinginan Presiden RI terpilih Prabowo Subianto membangun satu koalisi besar.
“Pak prabowo sebagai presiden terpilih sudah menyampaikan berulang kali baik dalam kampanye maupun setelah terpilih, yaitu untuk membangun satu koalisi besar untuk membangun kabinet, yang nantinya dampaknya adalah besar untuk mengakomodasi berbagai kepentingan. Tidak mungkin mengajak itu cuma dianggurin. Mengajak ini pasti ada bonusnya,” jelasnya.
Lebih lanjut, Siti mengatakan, Indonesia lebih butuh kabinet yang diisi oleh para profesional atau kabinet zaken ketimbang kabinet yang tambun.
“Di Indonesia yang diperlukan sebenarnya kabinet zaken, kabinet profesional, betul untuk mengejar ketertinggalan kita menuju (Indonesia Emas) 2045,” ungkap Siti.
“Kalau kabinetnya tambun ya nanti itu, bagaimana mengelola kabinet tambun. Jadi, apakah akan berkorelasi positif, serta merta akan positif terhadap terbentuknya good governance,” katanya lagi.
Selain itu, Siti mengungkapkan, usulan mengenai penyederhanaan kementerian/lembaga (K/L) terkait efektivitas birokrasi. “Saya pernah mengusulkan Indonesia cukup memiliki, waktu itu tahun 2009, saya mengatakan 23 dengan K/L apa yang bisa disatukan, mana yang bisa dihapuskan dan sebagainya,” katanya.
Pasalnya, Siti kembali menyoroti tentang target Indonesia Emas 2045. Lalu, mempercepat pembangunan dan membangun birokrasi pemerintah dengan sistem digital yang mengikuti perkembangan zaman.
Oleh karena itu, ia mengatakan, sangat disayangkan apabila penambahan kementerian hanya bertujuan untuk membagi-bagi kekuasaan kepada mereka yang sudah memberikan dukungan.
“Kalau hanya sekadar dibesarkan jumlahnya demi dukungan, demi menjaga persatuan Indonesia, itu cuma politiknya, tetapi nanti pembangunannya di perspektif pemerintahannya kita tidak dapatkan itu,” pungkas Siti. [wip]